QRIS BRI di Ujung Timur Indonesia: Untungkan UMKM, Mudahkan Konsumen
Nama BRI amat lekat di benak para pejalan yang terbiasa mengeksplor pelosok Indonesia, termasuk saya. Sebab hanya ATM BRI yang bisa kami temui dari Barat hingga Timur Indonesia. Nah, ternyata sekarang saya tak perlu lagi ambil uang ke ATM sebab ternyata di ujung Papua dan Sumba, saya bisa pakai QRIS BRI!
***
Saya tertegun sejenak di depan sebuah toko kelontong di sebelah Hotel Grand Family di Tanah Merah, Boven Digoel, Papua Selatan. Di kaca depan toko kecil ditempel secarik kertas yang bertuliskan kalimat “Menerima Pembayaran dengan Kina, Rupiah, dan QRIS BRI.”
Wah, luar biasa ini. Ada tiga jenis pembayaran di sini.
Bberada di kota perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini membuat toko ini ramai dikunjungi oleh orang-orang Papua Nugini dan juga Indonesia. Apalagi, toko ini memang satu-satunya toko kelontong modern menjual produk-produk yang didatangkan dari luar Papua. Itu sebabnya, saya tak kaget kalau mereka menerima juga pembayaran dalam Kina, mata uang Papua Nugini.
Yang jsutru membuat saya kaget adalah adanya pembayaran dengan QRIS BRI. Saya tak menyangka di daerah yang tergolong daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) ini, saya bisa membayar dengan alat pembayaran digital.
Walaupun si penjaga toko—yang saya lupa tanya namanya—mengaku tak banyak orang lokal yang menggunakan metode non-tunai ini, namun ia tetap memakainya untuk menarik minat para pembeli dari kota (Jayapura) dan orang-orang “Jawa” yang berdinas di sini.
“Orang kota banyak sekali tanya, toh,” jawab penjaga toko ketika saya tanya alasan menggunakan QRIS sebagai alternatif pembayaran.
Kode QR dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) lah yang mereka pakai. Bukan tanpa alasan mereka memilih bank ini, sebab di Boven Digoel ini hanya ada dua bank yakni BRI dan Bank Papua. Dengan memilih menggunakan QR BRI, mereka bisa menarik dana dengan lebih mudah.
Merambah Hingga ke Sumba
Bukan hanya di Papua. Pembayaran dengan kode QR juga saya temui di Kampung Raja Prailiu, Waingapu, Sumba Timur. Di kampung ini terdapat sebuah galeri yang menjual tenun ikat produksi ibu-ibu yang digawangi Imelda Hunggu Hau dan pembayarannya juga sudah bisa menggunakan kode QR dari BRI.
Seperti halnya yang dialami toko di Boven Digoel, penggunaan QRIS di Waingapu ini disebabkan banyak wisatawan domestik yang menanyakan hal ini. “Dulu itu (sebelum pakai QRIS) orang banyak tanya, karena banyak yang mau beli tapi uangnya tak cukup. Jadi akhirnya kita kasih pakai (QRIS),” tukasnya.
Imelda juga memilih menggunakan QRIS BRI karena lebih mudah baginya untuk melihat transaksi dan mengambil dana. Sebab—lagi-lagi—di dekat Kampung Raja Prailiu, bank yang mudah ditemui adalah Bank BRI dan rata-rata perajin di sana hanya memiliki rekening BRI.
Bikin Pengen Belanja, Bikin Omset Meningkat
Bagi traveler seperti saya, keberadaan QRIS BRI hingga ke pelosok Indonesia sebagai alat pembayaran laksana angin segar. Saya tak perlu lagi membawa uang tunai atau mencari ATM, yang terkadang sulit ditemukan di daerah kecil seperti Boven Digoel.
Bukan hanya kami, para pejalan dan konsumen, yang diuntungkan dengan adanya QRIS BRI ini. Di sisi lain, bagi pemilik toko dan UMKM, alat pembayaran non-tunai ini juga menuai banyak keuntungan. Adanya alternatif pembayaran ini bisa menarik minat pembeli, yang ujung-ujungnya berarti peningkatan jumlah omset. Maklum, di era seba digital ini, pembayaran non-tunai sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia.
“Jadi semakin banyak yang beli (tenun) karena tinggal scan saja Terus itu, catat-catat uang masuk mudah, kelihatan itu saldo di BriMo,” cerita Imelda.
Makin Banyak UMKM yang Bergabung
Kini, makin banyak UMKM dan pedagang yang menggunakannya. Menurut data Bank Indonesia, sampai dengan Februari 2023, jumlah pedagang/merchant QRIS telah mencapai angka 24,9 juta dengan total jumlah pengguna QRIS sebanyak 30,87 juta.
Sementara melansir dari kompas.com, di tahun 2023, jumlah pedagang yang menggunakan QRIS BRI telah mencapai 3,7 juta merchant dengan volume transaksi naik hingga 400 persen.
Acuviarta Kartabi, pengamat ekonomi yang kebetulan bertemu dengan saya di Boven Digoel mengatakan bahwa bisa jadi kenaikan ini disebabkan penetrasi, transaksi dan digitalisasi BRI BRI hingga ke daerah-daerah.
“Dulu daerah pelosok Indonesia seperti Tanah Merah ini belum punya QRIS karena mereka takut susah ambil uangnya. Tapi karena QRIS ini dari BRI yang cabangnya banyak di daerah, maka mereka mau pakai,” tuturnya.
Mudah Registrasinya
Imelda dan toko di Tanah Merah mengaku dibantu oleh petugas BRI untuk membuat QRIS untuk usaha mereka. Namun, melansir laman BRI, tak sulit ternyata untuk membuatnya. Para pedagang tinggal datang ke Bank BRI terdekat dan mengisi formulir yang telah disediakan oleh pihak bank. Setelah diisi, formulir dikembalikan ke bank dengan melampirkan KTP, NPWP, dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau akta pendirian usaha.
Untuk UMKM yang tak punya SIUP bisa melampirkan berkas lain yang berlaku serupa. Hal ini dilakukan untuk memastikan usaha tersebut benar-benar ada, demi keamanan konsumen. BRI juga melakukan kunjungan on the spot ke pedagang untuk melihat langsung lokasi usaha.
Untuk menarik minat para pedagang menggunakan QRIS, BRI juga melakukan banyak promo, misalnya dengan meniadakan potongan bagi pedagang yang tergabung dalam BRIMerchant.
***
Semoga saja, makin lama makin banyak usaha dan merchant di pelosok Indonesia yang memakai QRIS BRI ini, sehingga kita akan lebih mudah bertransaksi di mana aja.
Sumber: