Di Shiraz, kami menginap gratis di salah satu hotel terkenal dan mahal.
Kami juga sekamar dengan kakek-kakek yang mengatur semua orang di sana. Kakek-kakek yang katanya pernah jadi guide Presiden Soekarno sewaktu melawat ke Iran.
Pesawat airasia yang saya dan kawan saya naiki akan segera mendarat. Pilot sudah mengumumkan keadaan cuaca di Imam Khomeini Airport, para awak pesawat mulai berkeliling meminta tray dinaikkan, jendela dibuka, dan seatbelt dipakai.
Mendengar pengumuman itu, para penumpang wanita asal negara Iran langsung berdiri, mengenakan jubah untuk menutupi baju yang agak terbuka serta memakai kerudung untuk menutupi rambut.
Perjalanan backpacking saya di Iran dimulai dari ibukota Iran, Tehran.
Kota ini adalah kota maju yang punya prasarana lengkap. Hanya satu hal penting yang tak dimiliki Tehran: WiFi. Bahkan di cafe mahal sekalipun. Alhasil, tanpa bantuan internet, saya harus menjelajah Teheran seharian penuh. Untunglah saya mendapatkan WiFi gratis dari Tuhan.
Trip backpacking saya di Iran dimulai dari Tehran, lalu menuju Shiraz, Yazd, Isfahan, Kashan, dan kembali ke Tehran sebelum pulang ke Jakarta.
Nah, selama dua minggu keliling Iran itu, saya mengandalkan transportasi bus untuk pindah dari satu kota ke kota lain. Awalnya saya ingin naik kereta, soalnya saya ini kereta mania. Tapi setelah gugling-gugling dan nanya ke host, mereka lebih menyarankan naik bus aja selama di Iran. Selain lebih gampang belinya, harganya lebih murah, dan lebih cepat sampainya.
Sudah baca tulisan saya sebelumnya soal mitos dan fakta yang saya temui selama berada di Iran? Nah, kalau akhirnya tergoda untuk pergi backpacking ke Iran, ini tips-tips yang penting buat diketahui.Â
Bagi orang Indonesia yang akan mengunjungi Iran, harus memiliki visa Iran. Ada dua opsi yang tersedia untuk mendapatkan visa Iran. Yang pertama, membuat visa lewat kedutaan Iran di Jakarta. Kedua, membuat VoA alias visa on arrival setibanya di Iran. Saya memilih opsi yang pertama. Bagaimana caranya?