Ke Rusia Saat Corona: Hampir Tak Bisa Pulang karena Lockdown
Perjalanan ke Rusia di awal Maret kemarin bisa dibilang perjalanan yang sangat beruntung dan selalu nyaris. Nyaris tak bisa masuk Oman karena lockdown dan juga nyaris tak bisa pulang ke Indonesia karena lockdown dan tak ada penerbangan.
14 Maret 2020, Muscat
Sebelum menuju Rusia, saya dan kawan saya harus transit 19 jam di Muscat, Oman. Kami gunakan kesempatan itu untuk keluar, bermalam sehari di Muscat dan berjalan-jalan di sana. Semuanya berjalan normal. Di bandara, kami hanya diminta mengisi lembar kesehatan yang tidak diperiksa sama sekali.
Setelah kami sampai di rumah host CS kami, kami mendapat berita bahwa mulai besok, pemerintah Oman tak lagi memperbolehkan wisatawan masuk ke negaranya. Fiuhh…..kalau aja pesawat kami mendarat besok, kami cuma bisa ngendon di bandara. Nyaris.
16 Maret 2020, Moscow
Selama dua hari di awal kedatangan, kehidupan di Moscow tak terlampau sepi. Orang-orang tetap berlalu lalang di mana-mana, subway tetap ramai, supermarket tetap penuh. Kalau saya tak baca berita, saya tak akan tahu kalau ada perintah dari Sergei Sobyanin untuk membatasi kerumunan massa. Semuanya biasa saja.
Tak ada satupun orang yang memakai masker. Tak ada petugas pembersih yang mengelap-lap dengan desinfketan seperti yang saya lihat di MRT Jakarta. Tak ada yang sibuk menyemprot tangannya dengan hand sanitizer seperti yang selalu saya lakukan. Tak ada social distancing, tak ada upaya mengurangi sentuhan dengan permukaan seperti railing tangga, pintu subway dan sebagainya.
Saya tenang-tenang saja dan melanjutkan perjalanan ke Murmansk. Mencari Lady Aurora.
Baca Juga: Berburu Lady Aurora di Rusia
19 Maret 2020, Murmansk
Saya memandang jatuhnya salju lebat lewat kaca dapur penginapan saya di Murmansk, melihat orang-orang tua berjaket tebal berlalu lalang di sana. Sudah dua hari saya di sini, di ujung utara Rusia.
Sambil menyesap teh hangat, saya iseng mengecek tiket saya lewat aplikasi Oman Air. Ternyata, di sana tertulis kalau kepulangan saya ke Jakarta via Muscat diundur menjadi tanggal 29 Maret.
Padahal beberapa jam sebelumnya, saya sudah mengeceknya di aplikasi Traveloka tempat saya membeli tiket. “On schedule”, begitu tulisannya.
Saya langsung menengok ke arah kawan saya yang sedang sibuk menguyah biskuit keras khas Rusia, yang memang disediakan pemilik penginapan. Ternyata sama. Jadwalnya juga berubah.
Kami jelas tak mungkin pulang di tanggal 29 Maret, karena visa Rusia kami hanya berlaku hingga tanggal 28 Maret. Ya, Rusia memang pelit soal visa, tanggal habis visa sama persis dengan tanggal yang tertera pada tiket pulang. Nggak lebih sehari pun.
Mbak Susan, kawan baik kami di Moscow memberi kami nomer telepon Mas Enjay, salah satu staf KBRI Moscow.
Sambil mengontak KBRI di Moscow untuk mencari kemungkinan cara memperpanjang visa, saya coba mencari info ke website Oman Air.
Ternyata ada pengurangan dan pembatasan jumlah penerbangan dari dan ke Oman. Sehari setelah saya datang ke Muscat memang ada perintah untuk menutup kedatangan wisatawan asing ke Muscat. Imbasnya, tak ada penerbangan dari Oman ke manapun, termasuk ke Rusia dan ke Indonesia. Termasuk di tanggal 28 itu.
Gawat.
19 Maret 2020 Sore Hari, Murmansk
Saya bukan orang yang gampang panik, tapi tetap aja khawatir dengan keadaan ini. Alhasil, segala cara saya coba untuk menghubungi Oman Air, mulai dari mengirim email, mencecar lewat twitter, Facebook, dan IG, hingga mengirim WA ke salah satu kontak Oman Air Jakarta yang diberikan salah satu teman saya yang punya usaha travel.
Hasilnya nihil, nggak ada yang menjawab satupun.
Saya segera gerilya mencari bantuan. Saya post di IG Story, meminta kontak Oman Air. Banyak ternyata yang menawarkan bantuan.
Salah satunya sepupu jauh, yang menawarkan diri untuk menelpon kantor Oman Air di Jakarta. Dialah yang kemudian meneror kantor Oman Air tiap hari, walaupun susah karena cukup banyak yang melakukan hal yang sama.
Bantuan lain datang dari Mas Erik, travel consultant dari HIS Travel. Dia, yang punya akses ke Oman Air Jakarta, mencoba melacak tiket saya dan meminta perubahan maskapai. Padahal, saya tak terlalu kenal dengannya. Saya bertemu dia di Bukhara sekali, saat dia membawa rombongan yang diguide oleh kawan saya di Uzbekistan.
Baik banget….
20 Maret 2020, masih di Murmansk
Berkat bantuan sepupu saya dan Mas Erik, tiket berhasil diubah. Oman Air mengganti penerbangan saya dengan maskapai Qatar Air, untuk penerbangan tanggal 28 Maret.
Gratis, saya tak kena biaya tambahan apapun. Alhamdullillah, saya akhirnya bisa pulang juga ke Indonesia. Tapi entah kenapa, tiket travelmate saya masih bermasalah, padahal sepupu saya yakin dia sudah memberikan data yang benar ke pihak Oman Air .
Saya yang tadinya sempat kesal dengannya karena ia lebih sibuk memposting video di medsos ketimbang mencari bantuan, akhirnya kesian juga.
21 Maret 2020, St Petersburg
Mas Erik terus mencoba menghubungi Oman Air, meminta tiket kawan saya diubah juga. Tapi sayangnya, hasilnya masih sama seperti kemaren. Tiket kawan saya belum bisa berubah.
Akhirnya, di sela-sela berkeliling objek wisata di St Petersburg, kami mampir ke bandara, mencari kantor perwakilan Oman Air di sana. Biasanya kan, di setiap bandara ada counter tiketnya, gitu pikir saya.
Tapi ternyata, di bandara sekelas St Petersburg, tak ada konter Oman Air. Hanya ada konter beberapa maskapai lokal, itupun hanya berupa stall kecil yang ditunggui ibu-ibu berambut pirang yang nggak ada senyumnya sama sekali. Rusia banget.
Oiya, di Russia ini emang punya moto: “tersenyum tanpa keperluan adalah orang idiot”. Gitu.
Akhirnya, kami memutuskan untuk membatalkan perjalanan ke Kazan dan memajukan jadwal perjalanan ke Moscow. Tiket Sapsan, kereta cepat yang menghubungkan St Peterseburg dan Moscow yang sudah kami beli sebelumnya, terpaksa kami refund. Kami menggantinya dengan jadwal yang lebih pagi supaya masih ada waktu untuk menuju kantor Oman Air di Moscow.
Padahal, Kazan jadi bucketlist saya karena di sanalah area di Rusia yang didominasi Muslim. Bahkan kami sudah berjanji bertemu dengan salah satu umat muslim di sana dan mengunjungi rumahnya.
Dan perjalanan kami ke Kazan, rencananya akan menggunakan sleeper train khas Rusia, kereta yang merupakan bagian dari Siberian Train yang menjadi impian saya.
Sedih, tapi ya sudahlah.
Lagipula, pihak KBRI meminta saya tidak jauh-jauh dari Moscow karena ada isu Presiden Putin akan me-lockdown kota Moscow dan menutup akses keluar masuk Moscow.
KBRI juga mengabarkan kalau mulai hari itu Rusia sudah membatasi penerbangan ke beberapa negara.
23 Maret, Moscow
Ditemani Nadia, anaknya Mbak Susan, kami mendatangi kantor Oman Air di Moscow. Untung ada Nadia, karena kantor perwakilan Oman Air ini terletak di gedung yang cukup sulit dijangkau. Dia aja yang akamsi nyasar, apalagi saya.
Ditambah lagi, si resepsionis cantik yang menemui kami tak bisa berbahasa Inggris sama sekali. Ngomong apa ntar.
Tapi ternyata, karena pandemi, kami tak bisa berbicara langsung dengan pihak Oman Air. Kami cuma diperbolehkan bicara lewat telepon yang ada di tempat resepsionis.
Hasil pembicaraan akhirnya berujung pada kesimpulan bahwa saya tetap harus mengemail kantor pusat Oman Air dengan men-cc-nya ke kantor Oman Air Rusia. Tak ada jalan lain.
Saya langsung menuju kursi tamu di gedung itu dan mengetik email permohonan, meminta jadwal diubah dan dimajukan.
Email sent.
24 Maret, masih di Moscow
Pagi-pagi, Mas Erik mengabarkan kalau tiket kawan saya juga sudah berhasil diubah. Kami akan naik Qatar Air di tanggal 28 Maret. Alhamdulillah, kawan bisa pulang juga. Oman Air Rusia lebih kooperatif ternyata daripada Oman Air Indonesia.
Kami pun girang. Bergegas berjalan-jalan ke luar penginapan. Tapi ternyata, Moscow sangat sepi hari itu.Rupanya Vladimir Putin sudah mengeluarkan larangan tegas sebelumnya. Semua penerbangan ke Rusia ditutup, begitupun dengan jalur darat. Tak boleh ada wisatawan asing datang berkunjung lagi.
Aturan tegas dari Putin ini juga melarang penduduk di atas usia 65 tahun ke luar rumah, menutup beberapa rumah ibadah untuk kunjungan wisata, dan menutup beberapa restoran kecuali yang popular di kalangan wisatawan.
Rupanya, dalam waktu beberapa hari saja, jumlah penderita positif Covid-19 di Rusia sudah mencapai 430 orang. Delapan kali lipat dari waktu kami datang seminggu yang lalu.
Alhasil, di dua hari terakhir kami di Rusia, kami merasakan Moscow yang berbeda. Jalanan sangat sepi, subway kosong melompong, supermarket tak ada orang.
Orang-orang yang berkeliaran juga mulai memakai masker. Toko-toko banyak yang tutup, bahkan Ismailov, pasar souvenir yang amat terkenal di Rusia, juga sepi. Hanya ada beberapa penjual yang berjualan, termasuk pedagang sate asal Tajikistan yang menceritakan kalau hanya kami yang makan satenya hari itu.
Sedih. Saya tak bisa ke mana-mana.
Baca Juga: Ke Rusia Saat Corona: Sepinya Red Square
25 Maret, masih di Moscow
Pukul 00.20
Kawan saya meminta saya kembali mencoba mengemail Oman Air, meminta supaya kepulangan dimajukan.
Walau sudah mengantuk berat karena seharian berkeliling Moscow, bolak balik naik metro buat liat metro station yang bagus, akhirnya saya mengirim email ke Oman Air Rusia, minta penerbangan kami dimajukan tanggal 26 Maret esok.
Alasan saya bermacam-macam, mulai dari permintaan Menteri Luar Negeri RI (maap Bu Retno, namanya saya bawa-bawa) sampai isu kalau Rusia akan menutup semua penerbangan. Dan juga karena ada kabar Putin melepaskan singa di jalanan Moscow (ga deh, ini nggak saya tulis).
Pukul 10.30
Sebelum jalan-jalan lagi keliling Moscow, saya mengecek email. Ternyata tak ada balasan dari Oman Air. Ya sudahlah, mungkin memang harus pulang sesuai jadwal semula. Saya langsung menyusun rencana untuk menghabiskan waktu tambahan di Moscow.
Pukul 14.30
Sehabis berkunjung kembali ke Moscow Katedral Mosque, kami lapar. Kantin halal yang biasa kami datangi di sebelah masjid tutup. Akhirnya, kami melipir ke restoran Uzbekistan di seberang masjid, memesan semangkuk Lagma, sepiring Palov, dan satu teko teh.
Sambil menguyah nasi palov yang jadi favorit saya selama di Uzbek, saya iseng mengecek email. Hal yang sangat jarang saya lakukan saat sedang makan.
Ternyata, beberapa menit lalu ada email masuk dari Oman Air Rusia yang menanyakan apakah kami bisa berangkat malam ini juga, pukul 23.45.
Saya melongok ke jam yang saya beli di Arab lima tahun lalu. Pukul 14.30. Artinya kami masih punya waktu 9 jam buat kembali ke hotel, packing, solat, mandi, dan ke airport.
Tanpa pikir panjang, saya langsung balas email dengan jawaban, “Yes, definitely we can“. Dan langsung menghabiskan plov dengan buru-buru, juga seteko teh Uzbek yang ternyata harganya lumayan mahal. Bikin nyesel pesennya.
Pukul 20.30
Saat menuju airport, ada WA dari staff KBRI Rusia. Ia mengatakan kalau Presiden Putin baru saja memerintahkan libur untuk semua kantor dari 28 maret-5 April. Di tanggal kepulangan kami sebelumnya.
Langsung bersyukur karena buka email di saat makan siang di resto tadi. Kebayang kan kalau saya pulang saat tanggal 28, di saat semua libur. Susah koordinasinya.
Pukul 21.23, Demodedovo Airport
Kami masih was-was apakah check in akan berhasil, tapi ternyata berlangsung mulus. Bahkan mas-mas ganteng nan baik penjaga konternya bilang, kalau satu row boleh saya kuasai sendiri karena pesawatnya akan kosong. Baiklah Mas.
Nyatanya, memang pesawatnya kosong melompong. Hanya ada saya, kawan saya, traveler wanita dari Philipina, dan satu lagi traveler laki-laki entah dari mana.
Ya, hanya kami berempat penumpang resminya. Penumpang lainnya adalah para awak kabin, plus 20 pilot dan pramugari Qatar yang harus pulang ke Doha karena itu hari terakhir maskapai itu mengudara ke Rusia, sebelum ditutup sementara karena Corona.
Saya penumpang di pesawat terakhir.
Karena jadi penumpang empat-empatnya, pelayanan yang saya terima jadi seperti pelayanan kelas bisnis. Satu pramugari melayani dua orang. Berkali-kali saya ditawari tambahan makanan, minuman, dan snack. Tapi karena itu malam hari, saya lebih memilih buat tidur aja.
Esoknya, saat transit di Doha, saya mendapat kabar kalau tadi pagi, Putin sudah menutup semua jalur penerbangan dari dan menuju Rusia.
Yassalam…..nyaris.
11 Comments
Pingback:
Anugrah Muji Esa
Masya Allah, pengalaman yang berharga banget.
Nyaris semua ya mb
rahma ahmad
Iya, alhamdulillah banget deh ini.
Mue mue
Kak, bolehkah saya minta itenary nya untuk liburan ini ?
Bila berkenan bolehkah dikirim via email ?
Mukhlis.mue8@gmail.com
Rahma Ahmad
Mohon maaf, saya tidak membuat itenerary dengan detail.
Pingback:
rimbahidup
Beruntung banget, Mbak, masih bisa menikmati Rusia walau menegangkan haha
rahma ahmad
Hahaha….pengalaman yang berharga banget
bara anggara
Ibaratnya udah di ujung jurang lalu bisa meraih sesuatu untuk menyelamatkan diri.. Keputusannya tepat untuk mengorbankan itinerary, dan beruntung banyak pihak yang berusaha membantu juga.. Memang serba ngga jelas gini ya kalau bepergian di tengah pandemi.. Aku sampai ada vaksin atau corona hilang gak berani kemana2, bahkan mudik lebaran pun batal T_T ..
Dinilint
Aku ikut deg-degan bacanya.
Ya ampun,, travelling di masa-masa sebaran virus corona begini emang serba nggak jelas ya mbak.
Thank God, emang mbak direstui untuk pulang sama Semesta
rahma ahmad
Alhamdulillah, berkat doa ibu kata orang-orang 😀