Svarga Resor Lombok: Oase di Pantai Senggigi
Babilonia Garden. Itu yang terlintas di pikiran saya ketika melihat foto Svarga Resort Senggigi, sebuah resor di Lombok yang diarsiteki oleh Prof. Yandi Andri Yatmo, dosen saya di UI.
Tak seperti resor biasa yang pernah saya inapi sebelumnya yang permukaannya datar-datar saja, resor ini dibuat bertingkat dan berundak-undak. Split level, begitu bahasa kerennya dalam dunia arsitektur.
Setelah dua tahun hanya melihat foto tersebut, baru kemarin ada kesempatan mampir lagi ke Lombok. Ada penugasan. Tanpa pikir panjang, saya meminta tiket penugasan saya diperpanjang dan membulatkan tekad untuk bermalam di resor impian saya. Resor yang namanya diambil dari bahasa Sansekerta, yang artinya surga”.
“Assalamulaikum, mbak Rahma,” manager on duty yang bertugas hari itu menyapa saya dengan ramah. Seumur-umur, baru kali ini saya disapa dengan begitu di sebuah resor di Lombok. Nama saya disebut. Dan ini bukan hanya dilakukan oleh sang manager, namun semua staff di sini selalu mengucapkan salam sekaligus menyebut nama saya. Bahkan staff di kantin pun melakukan hal yang sama. Saya pikir, karena saya kenal pemilik dan arsiteknya lah saya jadi disapa dengan ramah. Namun setelah saya amati, sepertinya SOP di resor ini mengharuskan staff, terutama yang berkaitan langsung dengan pengunjung, menghapalkan nama mereka. Entah bagaimana caranya.
Setelah urusan check-in selesai, sang manager dan salah satu staff yang saat itu sedang bertugas mengantar saya ke kamar saya: Varda Deluxe Suite. Kamar ini katanya adalah salah satu kamar dengan view terbaik di sini. Tak sabar rasanya membuktikan janji si bapak, sambil berharap semoga bukan cuma promosi semata…
Sambil berjalan di antara tangga-tangga yang instagramable (desainnya apik!), menuju ke kamar saya yang letaknya di atas, saya iseng bertanya kepada pak manager, “Kalau mau lihat sunset, tempat deket sini mana ya?”
Sambil tersenyum ramah, si manajer menjawab, “Dari kamar mbak juga bisa.“
Saya penasaran. Begitu pintu kamar dibuka, saya langsung tahu kenapa si manager mengatakan hal itu. Tepat di belakang pintu itu ada sebuah ruang tamu dengan jendela besar di seluruh sisinya. Jendelanya frameless alias tanpa kusen, membuat yang duduk di sana bisa bebas melihat view di sekelilingnya. Jika melongok ke kanan, akan terlihat bukit hijau dengan hamparan pohon palem. Kalau melihat ke kiri, pemandangannya laut!
Bukan hanya di ruang tamu, kamar Varda Deluxe Suite yang saya inapi ini punya dek terbuka. Dari situ saya juga bisa melihat hal yang sama dengan di ruang tamu: bukit di sebelah kanan, dan laut di sebelah kiri. Asyiiik…
Bukannya berisitrahat, saya malah asyik memfoto setiap jengkal kamar saya. Mulai dari ruang tamu tadi, yang ada dapurnya. Lalu kolam pendek berbatu, tempat saya sering merendam kaki saya sambil minum teh (semoga beneran boleh ngerendam kaki di sini ya). Lalu kamar tidur yang punya privat, tapi tetap punya view ke arah kolam. Atau kamar mandi, yang punya pintu langsung ke luar.
Semuanya saya suka!
Tak sabar rasanya menunggu sunset tiba. Namun, ketika sang matahari benar-benar akan menghilang dari pandangan, saya malah bingung. Bingung menentukan di mana enaknya saya melihat sunset: dari sofa ruang tamukah, atau duduk santai di dek ujungkah, atau sambil menyesap teh dan duduk-duduk di kolam? Untungnya sunset di Lombok sana berlangsung cukup lama, sehingga saya ada waktu untuk pindah-pindah tempat (dan berfoto tentunya) semau saya. Semuanya tempat sama asyiknya ternyata.
Bagaimana kalau kamarnya ada di bawah? Tenang. Di lantai paling atas ada dek yang dibuka untuk umum. Tetap bisa lihat view dan vista seperti yang saya lihat dari kamar saya ini.
View Terbuka, Privasi Tetap Terjaga
Yang juga patut saya acungi jempol atas desain dosen saya ini adalah terjaganya privasi tiap kamar, tanpa harus menghalangi pemandangan ke luar. Saya tak bisa melihat ke kamar di atas saya, pun sebaliknya.
Awalnya saya ragu, ketika ingin berendam gaya-gayaan di bak mandi terbuka di dekat dek. Kalau keintip, menang banyak dong mereka. Tapi nyatanya, di atas bathub ini ada atap, sehingga saya bisa berendam dengan bebasnya, merilekskan badan saya yang kaku, sambil memandang taburan bintang di atas langit Lombok yang indah.
Breakfast yang Enak
Satu hal lagi yang saya sukai dari tempat ini adalah breakfast alias makan paginya yang enak. Makan paginya bukan berupa buffet yang bebas diambil semau dan semuanya, melainkan berdasarkan menu. Ada menu western, Indonesia, mediteran, dan beberapa menu lain yang saya lupa detailnya.
Karena saya dapat jatah dua orang, saya tak mau rugi. Saya pesan dua menu: lontong sayur dari menu indonesia, dan tortila dari menu mediteran. Saya skeptis dan tak berharap banyak pada awalnya, tapi ternyata penampilannya sangat menggoda. Diiringi tatapan dari meja sebelah yang menyiratkan “itu mbak-mbak makanannya dua porsi lho”, saya makan dengan lahapnya. Rasanya ternyata enak! Menyesal saya minta porsi saya dikurangi.
Restoran Salza Resto ini ada di pinggir infinity pool alias kolam renang yang terasa tanpa pinggir. View-nya ke arah laut. Jadi, untuk penghuni kamar-kamar yang tak punya kolam renang sendiri, masih tetap dapat menikmati asyiknya bermain air di kolam renang ini. Ataupun menikmati sunset dari kursi-kursi yang ada di sana.
Malamnya, setelah balik dari Senggigi, saya iseng keluyuran dan memotret lagi resor ini. Tetap apik ternyata di malam hari, malah padaran lampu menambah indah tempat ini. Kalau dulu dosen lighting saya bilangnya sih, “Lighting makes architecture come alive in night”.
Merilekskan Tubuh di Hagia Spa
Selain memanjakan mata dengan pemandangan, saya juga memanjakan badan dengan spa di sini. Di svarga ini ada spa yang namanya Hagia Spa, letaknya tak jauh dari kolam renang.
Sayangnya saya hanya punya 30 menit waktu, karena harus bergegas pulang ke Jakarta. Saya memilih jenis spa yang paling cepat, yakni wraping. Jadi, badan saya dibalur dengan cream rempah, lalu dibalut dengan plastik wrap. Kata mbaknya, tujuannya agar kandungan si cream cepat meresap dan juga agar badan saya (yang saat itu mulai terasa tak enak) jadi merasa hangat. Terus terang, saya tak terlalu merasakan hangat di tubuh, namun yang pasti saya merasa jauh lebih rileks setelahnya.
Dua hari di Svarga Resor rasanya kurang. Tak rela rasanya harus membawa keluar koper saya dari pintu kayu, menuruni tangga, menuju lift, dan berpamitan pada staff di sana. Ah, saya pasti akan balik ke sana.
PS: Harga kamar yang saya tempati sekitar 1,2 jutaan, di traveloka. Tak terlalu mahal saya rasa untuk kamar dengan view begini, di lokasi ini. Atau bisa dicoba di situs Svarga Resort karena sering ada promo. Lumayan kan?
Btw, buat yang bawa orang tua, sebaiknya jangan pesan kamar di paling atas. Akses lift hanya sampai lantai dua (atau tiga ya itu), selebihnya mesti pakai tangga. Walaupun tangganya dirancang landai dan pemandangannya menyenangkan, kalau buat orang tua, rasanya tetap tak cocok.
Svarga Resort Lombok
Jalan Raya Senggigi, Kerandangan, Desa Senggigi Kec. Batulayar
West Lombok – West Nusa Tenggara 83355 Indonesia
Phone (+62) 370 6195999 (Hunting) Fax +62 6195888http://www.svargaresort.com/en/
3 Comments
First Lombok Tour
Wah mantep mbak.. itu jika pas di kolam depan kamar lepas kerudung apa masih aman 100% mbak? Betul2 tidak akan ada orang yang melihat kah?
rahma
Bisa mbak/mas. Asal ga ke ujung dek aja, bisa keliatan dari atas.
First Lombok Tour
Sya mas2 mbak.. salam kenal dari kami..