Seandainya ada Banyak Publik WiFI di Jakarta

*Disclaimer: Tulisan ini diposting dengan menggunakan public WiFi dari Kanazawa Station.

Jam 8 pagi di Kanazawa, Jepang. Ketika beberapa orang-orang berjas hitam dan berdasi bergegas berangkat kerja, saya baru saja turun dari sebuah bus antarkota berwarna merah. Mengantuk, bingung, dan buta arah; tak tahu cara menuju penginapan. Saya tak punya akses internet, kartu prepaid yang saya beli di Indonesia entah kenapa tidak berfungsi di sana. Tak bisa bertanya juga, karena ternyata masyarakat di kota kecil ini tak banyak yang bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris yang baik.

Tapi begitu saya masuk ke dalam gedung stasiun yang kecil namun megah, logo WiFi di telepon genggam saya menyala-nyala, menandakan bahwa ada WiFi yang bisa saya akses. Lega rasanya, seperti menemukan tempat bertanya dan menggali informasi yang saya butuhkan.


Cerita yang berbeda dialami oleh kawan saya dari Jerman, yang berkunjung ke Jakarta. Dengan keterbatasan bahasa serta akses internet, ia akan menginap di salah satu hostel di Fatmawati. Karena tak ada akses internet, ia baru tiba di hostel tersebut setelah 7 jam, karena ternyata ia salah naik bus dan tersasar hingga ke Bogor!


Ya, bagi traveler yang bergantung pada informasi di internet seperti saya dan kawan saya tadi, memiliki akses ke dunia maya amatlah penting. Internet bukan sekedar sarana untuk bernarsis ria–posting di media sosial–namun lebih untuk mencari informasi tentang suatu tempat apalagi jika tiba-tiba ada perubahan rencana secara mendadak. Internet juga saya butuhkan untuk mencari lokasi tempat yang dituju, seperti yang saya alami waktu di Kanazawa tadi.

WiFi gratis kemudian jadi andalan, karena biasanya kartu prepaid yang dijual untuk turis harganya relatif mahal. Memang, kafe-kafe macam Starbuck menyediakan akses WiFi gratis, namun tentu saja harus dibarengi dengan membeli secangkir Macchiato. Jebol kantong saya kalau mesti melakukannya berkali-kali.

Nah, dari beberapa negara yang telah saya sambangi, Jepang adalah salah satu negara yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan fasilitas WiFi gratis. WiFi disediakan di beberapa tempat publik, seperti di bus, stasiun atau taman. Caranya juga tak sulit, tinggal daftarkan email saat akan login, lalu handphone akan otomatis terkoneksi selama 1 jam, 6 kali dalam sehari. Sangat cukup untuk mencari informasi tentang tempat yang dituju.

Di Kanazawa misalnya, selain stasiun, WiFI gratis juga ada di area di beberapa tempat wisata ataupun taman publik. Menariknya, tempat berWiFi ini juga tercantum di peta, menjadikannya para traveler yang membutuhkannya bisa menenemukannya dengan mudah.


Lalu saya jadi membayangkan, seandainya Jakarta saya punya akses WiFi gratis untuk publik di beberapa tempat, selain bandara dan stasiun.  Tentu rasanya akan lebih mudah bagi traveler yang datang ke Jakarta (dengan bujet terbatas seperti saya tentunya) untuk mendapatkan informasi yang tiba-tiba dibutuhkan. Jakarta akan jadi kota yang lebih nyaman, mudah diakses, khususnya untuk traveler.

Dari beberapa berita di media, memang saat ini pemerintah Jakarta memang sudah menyediakan beberapa akses WiFi gratis di stasiun Gambir dan Sudirman. Namun akan lebih indah jika WiFI tersebut ditambah lagi di beberapa tempat seperti Kota Tua, Museum, atau  di Bus wisata City Tour Jakarta.

Ya, soal bus wisata yang juga dikenal dengan Mpok Siti ini, saya mencoba mencari berita kenapa tak ada WiFi di sana. Padahal, pemerintah kota Kuala Lumpur saja sudah melakukannya di bus GoKL miliknya. Menurut pemerintah, ketiadaan WiFi gratis di bus wisata semata-mata karena pemerintah ingin pengunjung benar-benar menikmati kota Jakarta, bukan berkutat dengan internet. Rasanya saya, sebagai traveler, tak setuju dengan pendapat ini. Ketika berwisata, saya tentu akan berkonsentrasi penuh pada tujuan, pada keadaan sekeliling. Internet hanya akan saya gunakan jika saya benar-benar membutuhkannya. Dan seringkali saya membutuhkannya.

Lalu apakah nantinya WiFI ini akan menjadikan penduduk Jakarta jadi autis dan kemudian hanya mencari internet gratisan? Soal ini, saya jadi teringat omongan Hendra Prihadi, walikota Semarang ketika saya berkesempatan bertemu dengannya. Beliau mengatakan, “teknologi tak bisa dibendung, namun bukan berarti kita anti teknologi. Jadikan itu sebagai alat untuk mendorong kemajuan kota.”

Ya, Jepang buktinya. Walaupun akses internet gratis di mana-mana, rasanya selama di sana tak pernah saya lihat anak-anak berkerumun di mana-mana. Mungkin karena sistem WiFi gratis ini hanya bisa diakses selama 1 jam saja. Atau mungkin ada sistem lain yang menyaring data, sehingga hanya turis yang bisa mengaksesnya. Mungkin saja.

Semoga saja segera ada banyak WiFi publik di Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!