India Trip: Welcome to India
“Kolkata? Di sebelah mananya Kalkuta?” tanya teman karib saya, ketika saya cerita saya akan mampir sebentar di Kolkata.
Ya, banyak yang menanyakan hal ini kepada saya. Saya juga tak paham, sejak kapan kota ketiga terbesar di India ini berubah nama, dari Culcatta jadi Kolkata. Saya tahu ini juga baru saja, saat harus membeli tiket ke India.
Kolkata tadinya hanya akan jadi tempat transit sekejap, sebelum saya dan kawan saya melanjutkan perjalanan ke Sikkim. Namun karena perjalanan dengan kereta dilakukan pada malam hari, kami sepakat untuk menghabiskan satu hari di Kolkata.
Apa saja yang ada di sana, kami akan nikmati saja. Saya tak berekspektasi banyak pada kota satu ini, apalagi ia ada di India, negeri yang terkenal dengan kepadatan penduduknya, ketidakbersihan kotanya.
Cari Hotel Dadakan
Kami sampai di malam hari. Anehnya, saya dan kawan saya ini awalnya sama-sama tak sadar kalau kami akan sampai malam hari. Kami pikir, kami akan sampai di Kolkata dini hari. Saya, yang sempat mencari sedikit info soal Kolkata, bahkan sudah mencari tahu apakah di Saeldah, stasiun kereta yang akan kami naiki, terdapat locker untuk menyimpan keril kami.
Baca Juga: 6 Jam di Jeep Menuju Darjeeling
Untung saja, kawan saya menyadarinya, sehari sebelum kami bertolak ke India. Alhasil, kami grasak-grusuk mencari penginapan di Kolkata, yang ternyata tak mudah. Semua penginapan bertarif murah punya review yang tak bagus. Kalau mau yang bagus, ya kami harus membayar penginapan yang mahal. “You get what you pay.” Mungkin itu moto mereka.
Pilihan penginapan akhirnya jatuh pada Hostel Esteem, yang paling tidak punya foto yang bagus di agoda. Saya tak berharap banyak sebenarnya, whatever will be lah. Yang penting tidur dengan aman, prinsip saya.
Tapi nyatanya, hotel ini cukup baik, bersih, rapi dan bagus, walaupun cukup sulit ditemukan karena berada di dalam gang.
Inilah India!
Kami tiba di bandara Netaji Subhas Chandra, bandara milik Kolkata, cukup malam. Mengejar taksi, yang takutnya sudah tak ada, kami berjalan sangat cepat. Tak sempat saya memperhatikan isi bandara dengan seksama apalagi melihat-lihat ada apa di sana. Tujuannya kami hanya satu: mencari konter taksi pre-paid.
Ya, setelah membaca-baca, kami disarankan untuk menaiki taksi pra-bayar. Tarifnya jelas dan lebih aman. Untuk menuju hotel kami yang letaknya 70km dari bandara, mereka mematok harga 350 rupee atau sekitar 70 ribu rupiah untuk taksi non AC. Murah!
Setelah membayar di konter taksi, kami harus menunggu di luar. Deretan taksi berwarna kuning, yang bentuknya mirip rollys royce, sudah menunggu di sana. Saya girang, terbayang taksi unik yang akan saya naiki ini. Saya jadi teringat taksi serupa yang sempat saya naiki di London beberapa tahun lalu. Asiiik!
“Kita pilih taksi yang kuning aja, kan?” pinta saya kepada kawan saya, sebab ternyata ada pula taksi modern yang berbentuk sedan berwarna putih.
Begitu taksi kuning sampai, saya masih kegirangan. Tapi begitu si supir membuka bagasinya, tawa saya langsung hilang. Bagasinya penuh oli hitam.
Bayangan saya soal Rollys Royce hitam yang saya naiki di London juga pupus begitu sang supir membuka pintu taksinya. Tak ada jok kulit hitam mengilat ala taksi London. Yang ada hanyalah sebuah jok krem yang sudah bolong di mana-mana. Saat saya duduki, joknya berdecit.
Pintu mobilnya sama hancurnya, tak ada gagang sama sekali yang membuat saya bingung bagaimana cara membuka pintunya. Jendelanya selalu terbuka, dan tak bisa saya tutup karena tak ada gagang pengaitnya. Padahal, walaupun malam, debu dengan derasnya menerpa wajah saya.
“Hotel Esteem, Sir” pinta teman saya sambil memperlihatkan alamat hotel.
Si supir menggumamkan sesuatu dalam bahasa India, yang saya artikan sebagai “di mana ya itu?”
Ternyata benar. Si supir yang tak kalah uniknya dengan mobil miliknya tak tahu di mana Hotel Esteem berada.
“You know this address, right?” tanya kawan saya lagi.
Si sopir menggumam sambil menggelengkan kepala. Yes, katanya. Di India sini, gelengan kepala belum tentu berarti tidak. Yes, kepala digeleng. No, kepala juga digeleng.
Baru 5 menit mobil berjalan, ia meminta kami menelpon Hotel Eesteem, yang tak kami turuti karena kami tak punya nomer India. Untungnya, kawan saya ini punya GPS akurat dari Lumia. Ia yang akhirnya memandu sang supir hingga sampai dengan selamat di tujuan.
***
Saat naik taksi kuning, yang lambatnya bukan main, saya sempat melihat selimut dan bantal di bagasi. Saya bertanya-tanya, apa si supir ini tidur di taksinya. Tanpa perlu saya bertanya langsung, pertanyaan saya terjawab sudah. Di sepanjang jalan saya melihat beberapa gelandangan tidur di emperan toko yang tutup. Ada pula yang tidur di atas gerobak, di dalam truk, di becak, dan pastinya di dalam taksi miliknya.
Aha, Welcome to India!
Jangan Lupa buat baca juga: Naik Angkot di Kolkata