Dua Bangunan Ikonik Bawa Nama Indonesia ke Dunia Internasional

Dua bangunan karya arsitek muda Indonesia, Micro Libraries dan Pusat Pelatihan Ruteng, mengharumkan nama Indonesia. Mereka berhasil menyabet penghargaan di ajang LafargeHolcim Awards for Sustainable Construction Region Cycle-5. Salah satunya dibuat dari bekas ember ice cream lho..

Kalau yang doyan jalan-jalan dan foto-foto kekinian di Bandung, pasti tak asing dengan perpustakaan unik di Taman Bima, Cicendo, Bandung ini. Perpustakaan ini berlantai dua; bagian bawahnya berupa ruangan terbuka, sementara bagian atasnya berbentuk kotak.  Mirip dengan rumah panggung modern.

Selain bentuk bangunannya, yang membuat orang-orang doyan berfoto di sini adalah selubung dinding bangunan yang berwarna putih dan berlubang-lubang. Apalagi saat menjelang malam, cahaya lampu akan membias dari lubang tersebut. Cantik. Romantis.

Btw, coba amati dinding perpustakaan ini. Dinding juga unik karena seluruhnya  ini dibuat dari ember bekas ice cream yang dilubangi lho…

“A micro-Bilbao effect!” in Fifth LafargeHolcim Awards – Sustainable Construction 2017/2018
Bima Micro Library yang sering dijadikan tempat berkumpul, membaca, bahkan foto pre-wedding!

Tapi tahukah kalian, kalau ternyata perpustakaan mini (yang lebih lebih dikenal dengan micro library) ini berhasil membawa nama Indonesia di kancah dunia?

Ya, bangunan yang merupakan hasil karya Daliana Suryawinata dan Florian Heinzelmann dari biro arsitek SHAU ini mendapatkan penghargaan Silver Award di ajang bergengsi LafargeHolcim Awards for Sustainable Construction Region Asia Pasifik dan menjadi finalis LafargeHolcim Awards for Sustainable Construction Global. Bangunan ini, bersama-sama dengan beberapa bangunan micro library karya SHAU lainnya dinilai memiliki konstruksi yang sederhana, sesuai dengan konsep ramah lingkungan serta menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Ga egois, begitu istilah dosen studio perancangan saya.

Selain, bangunan ini dinilai juga dapat menarik peran masyarakat sekitar untuk datang dan berkunjung. Terbukti katanya banyak yang nongkrong di sini, baca-baca, foto-foto, bahkan pre-wedding!

Pada acara media sharing di Jakarta Design Center minggu lalu, saya berbincang dengan Daliana yang mewakili biro arsitek SHAU. Ia mengungkapkan tujuan pembuatan micro libraries ini. “Kami ingin mendorong minat baca masyarakat untuk menambah pengetahuan, dan memberikan manfaat untuk masa depan mereka. Perpustakaan mikro ini bukan hanya mengenai penggunaan bahan bangunan atau desain yang ramah lingkungan saja, tetapi juga harus ada peranan manusia di dalamnya agar bangunan tersebut dapat bertahan lama”. Begitu katanya.

Learning Center, Bandung, Indonesia
Micro Library lainnya di Bandung yang juga dirancang oleh SHAU. Sumber: https://www.lafargeholcim-foundation.org/projects/microlibrary

Selain micro libraries, ada satu lagi karya anak bangsa Indonesia yang juga mendapat penghargaan di ajang LafargeHolcim Awards for Sustainable Construction Region Asia Pasifik. Karya tersebut adalah Shcool Hub, sebuah fasilitas pelatihan keterampilan di Ruteng, Nusa Tenggara Timur.

Karya arsitektur yang dibuat oleh Andi Subagio dari biro arsitek SASO ini berhasil menyabut 3rd Prize Next Generation Award Region Asia Pasifik. Berkat kemenangannya ini, ia juga berkesempatan menghadiri International LafargeHolcim Next Generation Award Lab di Meksiko pada bulan September kemarin. Super!

Senada dengan micro libraries yang berusaha merangkul dan mengajak masyarakat untuk aktif menggunakaannya, fasilitas pelatihan keterampilan di Ruteng dibuat dengan tujuan yang sama. Bangunan ini dirancang bukan hanya sekadar untuk fasilitas pendidikan, namun juga sebagai wadah beberapa aktivitas masyarakat dan pusat pelatihan keterampilan di pulau Flores.

Andi, yang saya temui di acara yang sama, juga menceritakan kalau bangunan ini berusaha mengakomodir kearifan lokal, misalnya saja dari jenis bahan material yang digunakan. Sekolah ini dibuat dengan menggunakan batako rakyat, yang banyak dihasilkan di sana, sehingga selain mengurangi ongkos produksi juga memberdayakan ekonomi masyarakat lokal.

Vocational training facility, Ruteng, Indonesia

Jika ditarik benang merahnya, kedua karya ikonik ini punya persamaan mendasar: keduanya merupakan karya yang berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini sejalan dengan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan oleh PBB. Hal ini juga sesuai dengan fokus LafargeHolcim Awards cycle-5.

Sebagai informasi buat kalian, LafargeHolcim Awards ini adalah kompetisi global untuk mencari proyek unggulan dari para profesional maupun ide berani dari generasi muda  di seluruh dunia. Proyek/karya tersebut harus menggabungkan seni arsitektur dengan konsep konstruksi berkelanjutan. Kompetisi yang diselenggarakan setiap 3 tahun sekali ini telah memasuki cycle yang ke-5 dan terbagi dalam dua kategori, yaitu kategori utama dan Next Generation.

Kategori utama dibuka bagi arsitek, perencana, insinyur, mahasiswa jurusan terkait, pemilik proyek, pembangun dan kontraktor, yang menunjukkan praktik konstruksi berkelanjutan pada penggunaan teknologi, aspek lingkungan sosial ekonomi, dan budaya dalam perencanaan dan konstruksi proyeknya.

Buat kalian yang usianya masih di bawah 30, seperti Andi, ada kategori khusus yakni kategori Next Generation. Kategori baru ini khusus diperuntukkan bagi mahasiswa dan profesional muda berumur di bawah 30 tahun yang memiliki konsep visioner dan ide beraninya.

Kalau mau tahu lebih jauh soal penghargaan ini, mau mendaftar untuk cylce berikutnya, atau hanya sekadar mau melihat karya-karya yang telah memenangkan penghargaan silakan kunjungi situs https://www.lafargeholcim-foundation.org/Awards yaa..

8 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!