D’Shafa Edufarm Malakasari: Oase Hijau yang Memberdayakan Perempuan

Jakarta selalu identik dengan gedung pencakar langit, jalanan padat, dan panasnya cahaya matahari. Tapi siapa sangka, di balik padatnya kawasan Malaka Jaya, Duren Sawit, Jakarta Timur, ada sebuah oase hijau yang menyejukkan mata sekaligus menumbuhkan harapan.
Namanya Edufarm D’Shafa Malakasari, sebuah pusat pertanian perkotaan yang bukan hanya tempat belajar menanam, tetapi juga ruang pemberdayaan bagi puluhan ibu rumah tangga di RW 5 Malaka Jaya.
Edufarm D’Shafa ini lahir dari mimpi seorang perempuan sederhana bernama Haryati. Bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) D’Shafa, ia berhasil mengubah lahan kosong yang dulunya sempat menjadi tempat pembuangan sampah, menjadi lahan produktif yang menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Ia pun berhasil membawa para ibu rumah tangga untuk lebih produktif sehingga tak lagi bergantung pada pemberian suami.
Berawal dari Mimpi
Edufarm D’Shafa berawal dari sebuah lomba lingkungan yang diikuti Haryati dan warga RW 05. “Berawal dari lomba Gang Hijau, saya mengajak masyarakat di RW 05 untuk menghijaukan kawasan. Setiap keluarga saya minta menyumbangkan satu tanaman agar cepat hijau. Berat awalnya, tapi alhamdulillah kita menang,” kenang Haryati dengan senyum.
Kemenangan itu menjadi titik balik. Semangat Haryati kian berkobar untuk memanfaatkan lahan kosong di sekitar pemukiman. Salah satunya adalah lahan bekas pembuangan sampah seluas 200 meter di samping SMAN 44 Jakarta. Bersama tim PKK, ia merapikan area tersebut hingga pelan-pelan berubah menjadi lahan produktif.
Tidak puas hanya menjual hasil panen, Haryati dan ibu-ibu yang bergabung juga mulai melakukan pembibitan. Usaha sederhana ini justru semakin berkembang saat pandemi COVID-19 melanda. Tahun 2020, mereka merambah lokasi lain di Masjid Baiturrahim dan membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) D’Shafa.
Dari Pertanian Menuju Produk Turunan
Makin berkembangnya usaha Kelompok Wanita Tani (KWT) D’Shafa membuat pemerintah daerah setempat akhirnya memberikan hak guna lahan milik PLN yang tidak produktif seluas 900 meter. Haryati pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Walaupun di awal sempat mengalami kebingungan, sedikit demi sedikit ia membangun tempat ini.
Hasilnya sudah terlihat kini. Di bagian depan Edufarm, di antara rimbunnya pepohonan, terdapat toko tempat Haryati dan kawan-kawan menjual dan men-display hasil olahan produk pertaniannya. Di tengah-tengah lahan ada greenhouse berukuran sekitar 18 m x 5 m dengan 2.000 lubang hidroponik, yang menjadi tempat tumbuh berbagai sayuran. Kale, pakcoy, selada, kangkung, hingga mint tumbuh subur di sana.
Di bagian belakang terdapat ruang pertemuan serta sebuah dapur besar tempat para ibu-ibu mengolah berbagai produk hasil pertanian, memasak catering pesanan, hingga mengemas produk yang akan dijual di galeri.

“Kalau datangnya pagi di sini ramai mbak, ibu-ibu tadi siapin pesanan katering. Sekarang tinggal Mbak Dea yang sedang mengemas kentang mustafa, ini sebagian pesananan orang, sebagian lagi kami letakkan di galeri (depan). Kami alhamdulillah harus ready stock, jaga-jaga kalau ada tamu yang tiba-tiba datang ke sini,” tukas Haryati mengenalkan kami kepada seoarang ibu yang sedang membungkus kentang mustafa ke dalam beberapa toples bening.
D’Shafa kini memang tak hanya menjual hasil pertanian saja. “Saya sadar kalau hanya berupa hasil pertanian aja karena hasilnya sedikit. Harus ada nilai tambahnya, dengan menjual bibit, dan mengolah ini menjadi makanan katering,” ujarnya.

Berkenalan dengan Astra yang Membuka Mata
Di 2019 D’Shafa berjejaring dengan United Tractors dan Yayasan Astra – YDBA. Dari situ, mereka belajar manajemen bisnis: 5R, QCC, administrasi keuangan, hingga cara presentasi profesional.
“Saya itu kan awalnya ga mikirin soal pencatatan keuangan. Pokoknya, ada untung ya udah. Tapi oleh Yayasan Astra – YDBA dan United Tractors diajarkan kalau nggak boleh begitu. Mesti dicatat pengeluaran dan pemasukannya. Jadi terlihat untungnya berapa,” tukasnya.
Setelah pencatatan keuangan ini benar-benar dijalankan, Haryati baru menyadari bahwa dengan pencatatan keuangan, ia bisa melihat potensi yang ada. “Jadi bisa keliatan kan tahun ini saya untungnya berapa, nah tahun depan harus lebih banyak lagi. Saya jadi mikir, harus diapain ini biar lebih banyak untungnya,” paparnya.

Berkat pertemuan dengan Yayasan Astra – YDBA itulah Haryati makin menyadari bahwa bertani bukan hanya soal menanam, tetapi juga bisnis dengan rantai nilai yang luas. Setelah dulu hanya menjual hasil pertanian, bibit dan catering, kini mereka juga merambah ke paket edukasi, starter kit hidroponik, bahkan instalasi greenhouse.
Dari hasil panen pun lahir inovasi produk bernilai tambah seperti catering, keripik kelor, stick sayur, hingga minuman herbal.
“Dengan paket edukasi begini ternyata produk yang dihasilkan lebih cepat berputar (terjual), sehingga anggota kami lebih bersemangat untuk menghasilkan terus,” ujar Haryati.

Haryati juga dipercaya oleh Yayasan Astra – YDBA untuk mengelola sebuah kantin di Palmerah, Jakarta Barat. Setiap harinya ada orang yang berjaga di sana sementara makanan tetap diproduksi oleh anggota D’Shafa.
Tim Yayasan Astra – YDBA juga membantu membuat desain baru untuk kemasan produk olahan, agar tampilannya lebih fresh dan sesuai dengan selera pasar masa kini.

Memberdayakan Perempuan
D’Shafa pun tak hanya memberi penghasilan tambahan bagi anggotanya, tapi juga membuka peluang bagi masyarakat sekitar, terutama ibu-ibu rumah tangga.
Ya, lebih dari 13 ibu rumah tangga kini menjadi anggota inti di D’Shafa. Setiap harinya mereka bergiliran membagi tugas mulai dari menyiapkan catering, mengemas produk, hingga menyiapkan keperluan edukasi. Hal ini tentu saja membawa dampak positif bagi mereka, mulai dari ekonomi hingga kepercayaan diri.
Dea, salah satu ibu yang bergabung sejak 2018, menuturkan, “Sekarang kalau gajian saya bisa membagi-bagi untuk kebutuhan sehari-hari, terus bisa beli baju, kosmetik, kasih ibu, kasih adik, bahkan ada tabungan. Dulu mah boro-boro.”
Dea yang menemani Haryati dari awal juga mengaku lebih percaya diri dan membuka diri setelah bergabung di sini karena ia bisa bertemu dengan anggota lain dan bertukar pikiran.
Kemandirian juga mulai timbul di diri para anggota ini. Bahkan Haryati mengakui kalau ada anggota yang kini sudah bisa mengolah hasil pertanian dan kemudian menjualnya sendiri.
Masyarakat Sekitar Ikut Mencicipi Hasilnya
Bukan hanya warga di sekitar RW 05 Kel Malakasari yang merasakan manfaatnya. Warga di luar RW, bahkan petani di Jakarta dan kota lainnya ikut mencicipi keberhasilan D’Shafa. Salah satunya adalah ketika warga dilibatkan untuk membuat lauk untuk catering.
“Tempat produksi kami kecil dan setiap hari banyak permintaan, nggak mungkin kami semua yang membuat. Karena itu, beberapa lauk seperti rendang, sate, katsu, warga membuat di rumah masing-masing. Selain bisa memberdayakan warga, menghemat tempat, juga kualitasnya lebih terjaga karena yang buat yang memang sudah ahli,” papar Haryati.

Haryati juga menggandeng para petani kota lain di Jakarta untuk memasok sayuran bagi catering dan kantin mereka. Terkadang, sayuran segar dari para petani tersebut juga dijual langsung kepada pengunjung, misalnya dengan harga Rp20 ribu per kilogram.
“Kebun kami kan terbatas sementara alhamdulillah setiap hari ada pesanan catering dan paket edukasi, sehingga akhirnya saya harus berkolaborasi dengan petani lain di Jakarta dan sekitarnya.”
Jaringan kerja sama pun diperluas hingga ke Sragen, melibatkan kelompok tani bawang, peternak bebek untuk pasokan telur, serta pembudidaya ikan. Selain itu, para petani juga didorong untuk mengolah hasil pertanian mereka menjadi produk jadi, seperti daun kelor yang diolah terlebih dahulu sebelum nantinya dikemas di Jakarta.
Selaras dengan Misi Yayasan Astra- YDBA
Yayasan Astra – YDBA menggandeng Haryati dan Wanita Tani (KWT) D’Shafa sebagai mitra dampingan karena melihat potensi yang dimiliki. Selain itu, visi Haryati untuk memajukan perempuan dan memberdayakan warga sekitar sangat selaras dengan komitmen Astra untuk menjalankan cita-cita “Sejahtera Bersama Bangsa,” sekaligus mengamalkan filosofi Catur Dharma, khususnya butir pertama: Menjadi Milik yang bermanfaat bagi Bangsa dan Negara.
Sebagai salah satu pilar Public Contribution Astra, yaitu Astra Kreatif, YDBA berfokus pada bidang kewirausahaan. Melalui program pelatihan, pendampingan, fasilitasi pemasaran, hingga pembiayaan, YDBA membantu UMKM untuk tumbuh, berkembang, dan akhirnya mencapai kemandirian.
“Kami berprinsip, lebih baik berikan kail, bukan ikannya,” tukas Rahmat Samulo, Ketua Pengurus Yayasan Astra-YDBA.
Pelatihan disusun sesuai dengan kebutuhan industri, diadakan berbentuk kelas tatap muka maupun daring, yang bertujuan memberikan UMKM konsep dasar atas materi yang diberikan. Sementara itu, untuk menjamin materi dapat diimplementasikan di lapangan, Yayasan Astra-YDBA mengadakan pendampingan, yaitu program bimbingan one-on-one di lokasi UMKM untuk topik tertentu.
Hingga Desember 2024, Yayasan Astra-YDBA sudah membina 13.663 UMKM, menciptakan 384 UMKM Mandiri, dan menaikkan kelas 1.425 UMKM, dan secara tidak langsung juga telah menciptakan 75.451 lapangan pekerjaan melalui UMKM yang difasilitasinya.
Ada 4 bidang usaha UMKM yang dibina Yayasan Astra-YDBA, yakni bidang kerajinan dan kuliner, manufaktur, bengkel, serta pertanian yang memberikan nilai tambah. Tiga bidang usaha terakhir—bidang manufaktur, bengkel dan pertanian—inilah yang membedakan program YDBA dengan program sejenis lainnya, karena umumnya program pembinaan lainnya kebanyakan berfokus pada bidang kerajinan dan kuliner saja.

Untuk meningkatkan pemasaran, Yayasan Astra-YDBA juga mengikutsertakan UMKM binaannya di berbagai pameran, seperti GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS), Indonesia Motorcycle Show (IMOS), Trade Expo Indonesia (TEI), INACRAFT, Jakarta Fair, dan berbagai pameran lainnya sesuai kebutuhan.
Dengen pembinaan yang berkesinambungan, semoga saja akan makin banyak UMKM seperti D’Shafa yang bisa memberi manfaat bagi semua.

