Backpacking ke Kamboja dan Vietnam: Kaki Keram di Chu Chi Tunnel
Objek utama Ho Chi Minh adalah Chu Chi Tunnel. Terowongan bekas Vietkong ini amat terkenal sehingga banyak sekali paket yang menawarkan tur ke sana. Saya dan kawan-kawan mengambil paket dari hotel saya di Ho Chi Minh dengan harga 5 USD. Harga ini tidak termasuk tiket masuk ke Chu Chi Tunnel dan makan. Hanya jasa nganter doang sih..
Sebenarnya banyak jasa tur lain yang menawarkan paket serupa, dengan harga sekitar 4-5 dolar. Tapi berhubung kami malas mencari tur lagi, plus waktu kami di sana hanya sebentar, kami memutuskan untuk ikutan tur ini.
Baca: Hotel di Ho Chi Minh
Selain paket ke Chu Chi Tunnel ini, sebenernya ada paket yang sekaligus mengunjungi Cao Dao Temple, kuil yang digunakan 3 agama sekaligus sebagai tempat sembahyang. Dari foto-foto yang saya lihat, bangunannya sangat artistik dan keren. Bangunannya berwarna cokelat dengan gaya yang mirip istana grand palace di Thailand. Tapi yang paling menarik adalah prosesi sembahyang yang diadakan di waktu tertentu.
Pengen banget sebenarnya saya ikut tur ini. Tapi sayangnya, waktu yang dibutuhkan untuk mengunjungi kedua objek di atas mesti seharian, sementara kalau hanya mengambil paket Chu Chi Tunnel, jam 2 siang kami sudah bisa kembali ke Ho Chi Minh. Nah, berhubung waktu kami amat sangat mepet, dengan terpaksa kami mengabaikan tawaran menarik itu. Hiks
Jam 8 pagi, seluruh peserta sudah berkumpul di depan hostel. Banyak juga ternyata pesertanya, termasuk dua orang cowo Jerman yang ganteng, yang duduk di sebelah saya. Salah satunya masih ABG ting-ting. Ia menggunakan celana merah, dengan sepatu dan kacamata gaul yang warnanya sama dengan warna celananya itu.
Ada juga serombongan ibu-ibu entah dari negara mana yang selalu melihat saya dengan pandangan takjub. Sepertinya mereka belum pernah meliat orang menggunakan jilbab kali ya, jadi mereka sangat heran melihat saya yang tertutup dari atas sampai bawah di hari sepanas itu. Sementara yang lainnya bermini-mini ria. Hihihi..
Rombongan kami dikawal oleh seorang guide yang rada menyebalkan. Dia lebih senang mengobrol dengan ibu-ibu dan bapak-bapak, yang jelas koceknya lebih tebal dan lebih royal ketimbang kami, para backpacker muda. Dia selalu duduk di dekat mereka, dan tak peduli dengan anggota tur yang lainnya. Konon, itu khas tur guide Vietnam dan negara-negara berkembang lainnya. Mata duitan..
Sebelum mengunjungi Chu Chi Tunnel, kami dibawa menuju ke sebuah tempat pembuatan kerajinan tangan di daerah Binh Tan. Uniknya, pembuat kerajinan tangan di sini adalah difabel. Salut melihat mereka bekerja dengan terampilnya, melukis dan menghasilkan kerajinan yang indah.
Setelah puas melihat para pekerja hebat itu, kami akhirnya dibawa menuju tujuan utama: Chu Chi Tunnel. Untuk masuk ke sana, kami diharuskan membeli tiket terusan seharga 5000 VND (kurang lebih Rp 25.000).  Dengan tiket ini, kami diajak mengelilingi area Chu Chi Tunnel, yang masih penuh dengan pepohonan tinggi.
Sebelum masuk ke dalam terowongan, kami dibawa ke sebuah ruangan berdinding bata beratap jerami, untuk melihat video mengenai sejarah terowongan ini. Sebagai anak guru sejarah yang tiap hari dicekoki sejarah mengenai Vietkong ini, saya jadi tak tertarik mendengarnya. Sudah hapal.
Selepas dari ruang video, kami dibawa melihat diorama-diorama para Vietkong. Ada diorama penduduk yang sedang memasak, membuat peluru, dan sebagainya. Menurut saya sih, lebih bagus diorama di Monas, lebih halus pekerjaannya. Yang ini kasar, hanya saja dia dibuat di habitat aslinya dan ukurannya sebesar manusia betulan.
Setelah itu, kami diajak menyusuri hutan melihat senjata-senjata yang digunakan oleh Vietkong. Ada bambu runcing, ada jebakan di tanah yang terbuat dari bambu dan racun. Bule-bule itu sangat kagum melihat senjata sederhana dari bambu ini. Sementara kami, yang asalnya dari negeri ’45, merasa biasa aja mendengar penjelasan si guide yang berapi-api itu. Nenek moyangku pake begitu juga pak…
Oh iya, guide-nya ini bukan lagi guide yang tadi membawa kita dari hotel. Melainkan seorang bapak-bapak yang dulu pernah mengkhianati Vietnam dengan menjadi tentara Amerika dan membunuh teman senegaranya. Dan sekarang, dia mencari uang dari hasil karya orang yang dibunuhnya.
Kejam nggak tuh si Bapak..
Sebelum masuk ke dalam terowongan, kami dibawa menuju sebuah lubang kecil tempat tentara Vietkong bersembunyi ketika sedang berpatroli. Ini lubang bener-bener kecil. Berbentuk persegi empat, dengan kedalaman kurang lebih 1,6 meter. Karena penasaran, saya mencoba masuk ke dalam sini. Masuknya sih gampang, karena ternyata lubangnya masih lebih besar dari badan saya (hehe..sok langsing). Namun ternyata keluarnya… ampun susah banget. Karena tinggi lubang ini 1,6 meter, dan badan hanya bisa masuk hingga ketiak, kaki saya tak bisa mencapai dasarnya. Saat saya ingin keluar dari lubang dengan menumpu pada tangan, kaki saya tak bisa membantu menaikkan badan saya ke atas. Alhasil, dua cowo bule ganteng harus menarik saya keluar dari lubang itu. Dan setelah saya berhasil keluar dengan sukses, semua orang bertepuk tangan dan bersorak gembira. Hehehehe…
Tujuan terakhir adalah terowongan. Dari penampang terowongan yang ada di ruang video tadi, terlihat kalau terowongan ini terbagi menjadi 3 level. Di sinilah bangsa Vietkong bersembunyi dan bergerilya melawan tentara Amerika. Konon menurut si guide, ada seorang ibu yang terpaksa membunuh anak bayinya yang menangis, agar tangisannya tidak terdengar tentara Amerika yang ujung-ujungnya bisa membahayakan keselamatan semua orang.
Tragis.
Terowongan ini kabarnya sangat panjang. Katanya panjangnya mencapai berkilo-kilo meter, namun yang boleh dimasuki turis hanya sepanjang 500 m aja. Masuk ke terowongan ini sifatnya optional, turis yang tak mau ikut masuk bisa menunggu di pintu keluar. Di sepanjang terowongan juga ada semacam pintu darurat untuk turis-turis yang mungkin mengalami klaustrofobia atau tiba-tiba ketakutan dan ingin keluar.
Saya tak tahu persis berapa tinggi terowongan ini. Yang jelas, untuk melewatinya saya harus berjalan sambil berjongkok. Tak bisa berdiri, walau sambil membungkuk. Saya dan seorang kawan saya yang ikutan sih tenang-tenang saja. Tapi tak demikian halnya dengan para bule, yang harus berjuang berjongkok dengan kaki panjangnya. FYI aja, bule tuh ga bisa jongkok loh…
Saya pikir semua orang dalam rombongan kami masuk ke terowongan ini. Ternyata hanya ada enam orang yang masuk hingga titik akhir. Saya, kawan saya, sepasang bule Amerika, dan dua orang turis lain yang tampaknya berasal dari negara latin atu negara mediterania. Anggota rombongan yang lain ada yang memang dari awal tak masuk, ada yang menyerah di depan pintu masuk, ada juga yang mundur di tengah jalan, termasuk dua cowok Jerman alay itu. Makanya, begitu saya dan kawan saya keluar dengan peluh di seluruh tubuh dan baju yang kotor, orang-orang yang lain langsung bertepuk tangan dengan riuhnya.
Hahaha….berasa  jagoan ga tuh.Â
Pengalaman masuk ke terowongan sambil jongkok sejauh 500m ini ternyata seru. Hasilnya, keesokan harinya paha dan kaki kami keram.
Baca juga: A-Z Backpacking ke Kamboja dan Vietnam