Backpacker ke Eropa: Menikmati Kincir Angin di Zaanse Schans

 

DSCF6007.JPG

Dua tahun lalu, sebuah kartu pos mampir ke meja kerja saya. Sebuah kartu pos bergambar bangunan berwarna hijau, dengan latar belakang sebuah danau besar dan deretan kincir angin. Kalimat “Kom Naar de Zaanse Schans” tertulis di belakangnya. Come to Zaanse Schans, kota kincir angin, begitulah kurang lebih arti kalimat itu.

Gambaran Zaanse Schans dan kincir anginnya itu terus terekam di benak saya. Itu sebabnya, ketika saya bertandang ke Amsterdam, Belanda, saya memasukkan nama kota ini di lis teratas tempat yang harus saya kunjungi.

Sebenarnya, ada beberapa desa kincir angin yang dapat disambangi di sekitaran Amsterdam. Namun Zaanse Schans ini menjadi yang paling terkenal dan sering dikunjungi karena letaknya yang cukup dekat dengan Amsterdam dan jumlah kincir angin yang cukup banyak. Aksesnya pun cukup mudah. Dengan menaiki bus selama 45 menit, saya bisa menuju ke sini dari kota Amsterdam.

Jika bicara soal sejarahnya, Zaanse Schans adalah sebuah desa yang ada di wilayah Zaandam, yang mulai dihuni di sekitar abad 18. Adalah Jaap Schippers, seorang arsitek, yang membangun kota ini. Di tahun 1946, ia merencanakan desa ini dan kemudian di tahun 1961, dimulai lah pembangunan desa Zaanse Schans. Jaap merencanakan desa di tepi sungia Zaan ini sebagai desa industri. Lahan pertanian dan infrastruktur dibuat dengan rapi, ditambah dengan hunian, lumbung—dan tentu saja kincir angin. Kebanyakan kincir angin tersebut adalah kincir angin yang sudah dibangun lama sebelumnya, bahkan ada yang sudah berusia ratusan tahun, lalu dipindahkan ke sini melalui jalur air.

DSCF5994.JPG
Spot foto wajib

Kincir-kincir angin ini berguna sebagai tenaga untuk menggerakan mesin di home industry yang ada di sana. Ada kincir angin yang berguna untuk mengerakkan mesin penggiling tepung, ada yang berguna untuk mengolah susu, dan sebagainya.

Menjelajahi Zaanse Schans tak akan cukup satu jam saja. Banyak hal menarik yang ditemui di sana. Lima kincir angin yang tersisa dan masih terawat dengan baik dapat dilihat, bahkan beberapa di antaranya dapat dimasuki, tentunya dengan membayar sejumlah tiket masuk. Kincir- kincir angin ini masih beroperasi seperti sedia kala, jadi jika saat berkunjung kondisi angin sedang baik, pengunjung akan melihat pekerja mengoperasikan kincir angin ini. Sayangnya, saat saya datang, kincir angin dalam masa perawatan sehingga saya tak bisa mengintip ke dalamnya.

DSCF5984
Rumah-rumah di pinggiran sungai Zaan

Selain kincir angin, Zaanse Schans juga menyajikan arsitektur-arsitektur rumah kayu khas Belanda yang pastinya akan membuat lidah berdecak kagum atau paling tidak mengundang untuk bernarsis ria di depannya. Rumah-rumah kayu berwarna-warni ini sebagian ditinggali, sebagian lagi diubah fungsinya menjadi toko souvenir, toko kerajinan tangan, toko roti, dan kafé. Jika penasaran melihat bagian dalamnya, pengunjung bisa masuk tanpa harus membeli barang yang mereka jual. Melihatnya cukup menarik karena beberapa di antaranya, seperti toko roti dan kerajinan tangan, membuat barang dagangan mereka di dalam rumah kayunya. Luar biasa.

DSCF6026.JPG
Kereen yaaa rumahnya…

Tip Berwisata di Zaanse Schans

  • Cara menuju Zaanse Schans: gunakan bus no91 atau 391 dari Amsterdam Central.  Bus akan berhenti tepat di depan pintu masuk area Zaanse Schans. Atau dapat menggunakan kereta dari Amsterdam Central dan turun di Koog Zaandijk – Zaanse Schans, namun harus berjalan sekitar 10 menit. Saran saya, gunakan transportasi yang berbeda untuk pergi dan pulang, sehingga mendapatkan pengalaman yang berbeda. Kota Zaannse Schans enak dikelilingi.
  • Bisa juga menggunakan Region Day Ticket. Region Day Ticket adalah tiket yang jangkauannya lebih luas, selain meng-cover semua transportasi di dalam kota Amsterdam, tiket ini juga menjangkau destinasi lain di pinggiran kota Amsterdam. Dua destinasi favorit yang bisa kita kunjungi adalah Zaanse Schaans dan Volendam. Region Day Ticket juga berlaku untuk moda transportasi Tram, Metro/Subway dan Bus yang berlogo GVB, Connexxion dan EBS.

  • Kalau males jalan, ada penyewaan sepeda di sana. Tapi harganya mahal. Per jamnya sekitar 5 euro untuk satu jam pertama dan 3 uero untuk sejam berikutnya.

Tulisan ini telah dipublikasikan di Majalah Home Living edisi 82/2016

16 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!