Solo Backpacking ke Georgia: Antara Diwan Hotel, Indomie, dan Pasta Italia

Di Tbilisi, Georgia, saya menginap di sebuah hotel. Diwan Hotel namanya. Letaknya di tengah kota, 600m dari Freedom Square dan halte bus menuju bandara. Keliatannya deket yaa, tapi untuk ke sana dibutuhkan tenaga ekstra karena kontur Tbilisi berbukit-bukit. Apalagi kalau bawa koper dan ransel. Huh…

Diwan Hostel ini punya rating tinggi 9.1 di booking.com dan beberapa situs OTA lainnya. Lokasinya strategis, harganya juga murah. Makanya saya memilih untuk menginap di sana. Tapi kalau tau jalannya sangat menanjak sih, saya pasti mikir dua kali.

Saya menginap di twin standard private room dengan harga kurang dari 150rb rupiah semalam. Kamarnya standar, hanya dilegkapi dengan kipas angin.

Kali ini saya tak memilih tidur di dormitori karena saya sedang mencharge energi saya. Ya, walaupun hasil tes menunjukkan saya 70 persen ekstrovert, saya butuh sendiri untuk mengembalikan energi. Beberapa minggu sebelumnya saya tiap hari bertemu orang baru di beberapa negara, dan akan begitu sampai sebulan kemudian. Lelah rasanya.

Baca Juga: Transit 19 Jam di Muscat: Al Qaboos dan Hadiah Tiga Buah Buku


Anyway, di luar lokasinya yang di atas bukit, hostel ini sangat menarik. Dia punya jendela besar yang menghadap ke kota. Hostel  dapur ini juga luar biasa. Besar, lengkap, dengan pemandangan indah. Makanya, penghuni hostel termasuk saya, doyan ngumpul di sini.

IMG_20190610_151026-01.jpeg

IMG_20190610_150949-02.jpeg

Diwan juga dilengkapi dengan mesin cuci dan setrika yang bisa dipakai secara gratis. Begitu tau gratis, saya langsung cuci semua pakaian kotor, termasuk pakaian dalam. Ketika akan mengeluarkan cucian, pintu kamar mandi tempat mesin cuci berada tertutup. Ada orang yang memakainya. Saya bolak balik 3 kali dan orang itu masih di dalam. Saya teriak, kalau saya mau ambil cucian saya dan mau berangkat jalan-jalan. 

Ketika saya balik keempat kalinya, rupanya cowo Perancis yang tadi ada di kamar mandi sudah keluar. Dan dia sedang menjemur semua cucian saya. Katanya sebagai permintaan  maaf karena terlalu lama di dalam kamar mandi. Walah, saya  jadi panik dan malu. Untung pakaian dalam saya belum dia jemur 🤭🤭

IMG_20190611_081026-01

Baca Juga: Solo Bacpacking ke Georgia: Wajah-Wajah Kaku yang Baik Hati


Salah satu pekerja hostel yang sering ngobrol dengan saya bernama Paulo. Asal Italia. Dia sebenernya bekerja di hostel ini sebagai freelancer, daftar via situs workaway. FYI, dengan situs ini, traveler bisa mencari pekerjaan di tempat yang ia inginkan, dengan imbalan bisa menginap gratis di tempat tersebut.

Paulo punya tugas memasak dan membersihkan dapur, karena dia dari Italia dan jago memasak pasta. Dia bisa bekerja selama kapan saja dia mau, bisa hanya 2 jam, 3 jam, atau 8 jam. Yang penting tugasnya selesai. Pekerja workaway lainnya di hostel itu (yang saya ga kenal karena ga pernah ngobrol) tugasnya mengecat dan membantu renovasi hostel. Ada juga yang tugasnya membersihkan kamar dan kamar mandi.

Paulo menawarkan pastanya ke saya. Saya bilang, saya juga bisa membuat pasta dalam waktu 3 menit saja.

Dan taraaa…..saya keluarkan indomie goreng jumbo yang saya bawa. Saya memang selalu membawa mie kebanggaan Indonesia ini ke mana-mana. Selain untuk pamer, karena ini adalah mie nomer 1 versi CNNTravel, saya membawanya untuk jaga-jaga kalau saya tak menemukan makanan halal.

Si Paulo mencoba sedikit mie buatan saya, dan dia tak suka! Katanya, “not original taste”. Hmmm….baru kali ini ada yang ga doyan indomie.

Ketika saya coba, ternyata mie buatan saya memang tak enak; mienya lodoh dan bumbunya kurang berasa.

Duuh, gagal saya bawa  nama baik Indomie!

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!