Asyiknya Backpackeran Bareng Mama

Juni kemaren, gue ke Cina bareng Mama. Awalnya sempet ragu, bisa nggak ya Si Mama diajak jalan gaya backpackeran, mengingat usianya udah nggak muda lagi? Tapi berhubung Mama semangat banget, gue juga jadi ikutan semangat. Sekalian bisa nunjukin, seperti apa sih gaya gue kalau jalan-jalan.

Btw, Mama emang doyan banget jalan. Jadi, gue ga terlalu khawatir soal antusiasme-nya di sana.  Dia pasti seneng banget diajak ke sana-sini. Yang gue khawatirin yang kondisinya. Usianya Mama sekarang 60, walaupun masih segar bugar, nggak bisa juga diajak capek-capekan.

Karena pertimbangan itulah, gue sebelum ke Cina, gue bikin itenerary dengan banyak pertimbangan. Gue usahain agar Mama nggak terlalu capek, mengingat objek wisata di Cina ukurannya luas-luas. Gue taruh objek yang kira-kira Mama ga akan mau datengin di penghujung hari. Jadi kalau Mama emang udah capek, dia bisa tidur sementara gue berkeliaran sendirian.

Selain itu, gue juga memilih penginapan dengan seksama. Kalau biasanya gue cenderung asal pilih penginapan–yang penting murah, strategis, dan bisa tidur–kali ini gue perhatiin banget kenyamanan di sana, walaupun tetap dengan harga murah. Kali ini gue nggak memaksakan harus tidur di dormitori, karena Mama nggak mungkin tidur bareng bule-bule. Di Beijing, gue memilih hotel bintang 2 ketimbang backpacker hostel karena lebih nyaman dan bersih.

Di kota-kota lain, gue tetep milih backpacker hostel, karena tempat itu gue nilai nyaman. Seperti di Shanghai, gue nginep di Shanghai Utels. Walaupun backpacker hostel, dia lumayan besar dan nyaman. Di Hangzhou, gue nginep di WestLake Guesthouse, di dormitori karena pemiliknya yang baik hati ngasih izin gue pake dormitori secara private karena saat itu tamu nggak terlalu banyak.

Emang sih, ada nggak enaknya jalan sama Mama. Misalnya aja soal makanan. Gue kan bisa makan apa aja yang penting halal. Nah, si Mama harus makan nasi. Jadilah kita mesti cari restoran yang jual nasi. Hal lainnya, ongkos transportasi yang keluar lebih mahal. Kalau sendirian, gue ga akan naik taksi dari dan menuju airport, karena bareng Mama, gue mesti merelakan nambah biaya naik taksi menuju airport.

Tapi overall, Mama gue hebat banget. Dia oke aja gue ajak naik subway ke mana-mana (kecuali ke airport), ga ngomel karena harus jalan jauh nyari bus umum menuju Great Wall, ga keberatan tidur di backpacker hostel. Dan yang bikin gue seneng, dia sering cerita ke orang-orang tentang pengalaman pertamanya backpackeran.

Kalau dulu Mama pergi mesti pake tur biar nggak ribet, sekarang ini Mama malah ga mau pergi pake tur. Dia bilang, kalau pake tur, dia ga bisa sesuka hati ngatur jadwal, nggak bisa berhenti dulu kalau capek. Begitupun dengan urusan penginapan. Waktu gue mau buking penginapan untuk trip Januari esok, dia bilang “Mama tidurnya di backpacker hostel aja.”  Oke, kan?

PS: Cerita tentang perjalanan gue dan Mama gue ke Cina akan ada di buku gue yang InsyaAllah akan terbit bulan Januari besok. Dibeli ya..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!