Cafe atau Co-working Space, Mana yang Bikin Saya #BeMoreProductive ?
~Lack of direction, not lack of time is the problem. We all have 24 hours a day to be productive.~
Ada banyak teori yang menjabarkan soal bagaimana sebuah produktivitas dapat dicapai, mulai dari teori manajemen waktu, teori perencanaan, teori motivasi diri, dan berbagai teori lainnya. Namun di balik semua teori itu, bagi saya, ada sebuah hal krusial lain yang menentukan tingkat produktivitas saya: tempat saya bekerja.
Ya, sebagai seorang yang bekerja di bidang kreatif yakni menulis, saya membutuhkan tempat kerja yang bisa mendatangkan inspirasi buat saya. Sebab menulis bukan sekadar mengetik, memindahkan kata dari kepala ke tombol-tombol di keyboard laptop. Menulis butuh ide dan butuh mood yang baik, yang salah satunya ditentukan dari tempat kerja.
Bukan hanya sendirian yang begini. Saya pernah membaca salah satu penelitian yang dilakukan oleh Helsinki University, yang mengungkapkan bahwa 80 dari 100 orang yang disurvei mengatakan desain ruang kerja bisa memengaruhi mood dan produktivitas mereka ketika bekerja. Begitu pun survei yang dilakukan Management Today Magazine, sebuah majalah terbitan Amerika. Survei yang mereka lakukan membuktikan bahwa 97% karyawan yang tidak produktif mengatakan bahwa mereka tidak menyukai ruang kerja mereka.
An Ideal workspace should be halfway between a home and an office, it should be as cozy and inviting as your home is, but should also be as functional and an efficient, which is the key!
Ruang kerja seperti kutipan di atas itulah yang bisa menyebabkan saya dan banyak orang menjadi lebih produktif. Makanya, sekarang ini, kantor-kantor yang butuh kreativitas tinggi, merancang kantor mereka dengan sangat baik. Desain ruang kerja dibuat modern dengan warna-warna yang membangkitkan mood, dilengkapi dengan playground area, tempat mengobrol, serta bersantai. Tengoklah Google office, atau di Indonesia, lihatlah kantor Coca Cola dan Gojek. Menyenangkan, kan?
Ketika saya memutuskan berhenti dari kantor saya dan bekerja full time sebagai writer freelance, saya tak lagi punya tempat kerja. Awalnya saya mencoba bekerja di rumah. Namun satu-satunya ruangan di rumah saya yang bisa dipakai sebagai “ruang kerja” adalah area di pojok ruang tidur saya. Jauh berbeda dengan kriteria ruang kerja idaman saya.
Karena ruangnya tidak ideal, saya sempat mengalami writer block, alias tidak ada lagi ide untuk menulis. Belum lagi, dari situ saya bisa melihat tempat tidur saya, yang terasa selalu memanggil untuk didatangi. Menurut teori arsitektur yang saya dapatkan di bangku kuliah, bekerja di rumah baru bisa efektif kalau ada ruang yang didesain khusus untuk bekerja. Bukan ruang tidur seperti punya saya!
Cafe-lah yang kemudian menjadi pilihan saya untuk bekerja. Desainnya cafe yang umumnya menarik, cozy, kekinian membuat ide saya mengalir lagi dengan deras. Apalagi kalau WiFi-nya super kencang, membuat saya mudah mencari bahan-bahan yang saya perlukan ketika menulis.
Tapi ini tak bertahan lama. Cafe memang bikin produktivitas saya meningkat lagi, namun kantong saya jebol karena harus membeli makanan dan minuman di sana, yang harganya tentu tak murah. Dan saya tak kenyang, tetap harus membeli makan siang lagi. Lagipula, terlalu sering nongkrong di cafe tak baik pula untuk kesehatan karena kadar gula dan lemak pada makanan dan minuman di cafe cukup tinggi.
Duduk-duduk seharian di cafe pun tak mungkin. Selain tak enak ditatap terus menerus oleh penjaga atau pelayan cafe, saat ingin ke toilet saya mesti menitip tas dan laptop saya pada orang yang tak dikenal. Bingung jadinya…
Untunglah kemudian ada sebuah tren baru bernama co-working space. Co-working space adalah sebuah “kantor” atau ruang yang disewakan untuk digunakan bekerja. Sistemnya bermacam-macam, ada yang disewakan per bulan, per hari ataupun per jam. Biasanya, co-working space ini berada di sebuah gedung perkantoran, dengan desain yang menarik, dilengkapi pantry ataupun ruang untuk bersantai. Beberapa co-working space malah melengkapi tempatnya dengan game room, ruang untuk bermain game untuk merilekskan otak.
Di buku yang berjudul “Making Ideas Happen: Overcoming the Obstacles between Vision and Reality” karangan Scott Belsky, ada cerita dari Tony Bacigulapo, salah satu penggagas co-working space di New York. Menurut Tony, co-working space merupakan jawaban bagi pekerja kreatif yang sering kehilangan fokus ketika bekerja sendiri. Fokus bisa terganggu hal-hal kecil seperti social media, iklan marketing, dan sebagainya. Masih menurut Tony, melihat rekan kerja “satu kantor” yang fokus bekerja akan memotivasi dan social pressure untuk ikutan terus bekerja. Itulah yang terjadi pada saya dan ternyata saya butuhkan untuk meningkatkan produktivitas saya.
Saya sempat mencoba beberapa co-working space yang dekat dengan rumah saya. Antara lain di The Maja, sebuah coworking space dekat dengan Gandaria City. Dengan harga 50 ribu saja seharian, saya bisa bekerja di sana. The Maja ini didesain dengan gaya industrial, dan bagian luarnya ada tanaman merambat hijau. (Sebuah penelitian lagi-lagi mengatakan, bahwa tanaman bisa membangkitkan mood dan produktivitas dalam bekerja).
Terakhir, saya mencoba co-working di International Financial Center (IFC). Tempatnya strategis di jalan Sudirman, luas, dan punya banyak ruang santai dan ruang game. Benar-benar ruang kerja yang menyenangkan bagi saya, yang sesuai dengan kriteria ruang kerja yang bisa meningkatkan produktivitas versi saya.
Saya sengaja menyewa co-working yang berbeda-beda setiap beberapa hari. Selain menyesuaikan dengan kebutuhan, di mana saya sedang berada saat itu, dengan menyewa yang berbeda, saya tak bosan karena merasa berada di lingkungan yang sama terus menerus.
Sulitkah mencari co-working space yang cocok bagi saya? Tentu tidak. Menyewa beberapa tempat co-working yang berbeda ini jadi mudah dengan bantuan XWORK, sebuah startup penyewaan ruang meeting, ruang kantor, co-working space, event space, dan virtual office di Indonesia.
Sekarang ini, ada sekitar 1200 ruang yang bisa disewa di beberapa kota besar di Indonesia. Karena ada dalam satu situs, saya gampang mencari co-working space yang terdekat dengan saya.
Cara kerjanya begini. Saya tinggal masukkan tanggal dan lokasi yang saya inginkan. Ada peta yang akan membantu melihat apakah lokasi itu dekat dengan saya atau tidak. Lalu setelah itu, pilih jenis ruangan yang mau dipakai, apakah ruang kantor, ruang meeting, atau co-working space. Setelah itu, akan muncul deretan ruangan yang dapat dipilih. Saya selalu memilih co-working space yang bisa saya bayar harian, karena itulah yang paling cocok dengan saya. Toh saya tak tiap hari mesti bekerja.
Selain bisa lihat banyak tempat sekaligus, enaknya menggunakan XWork adalah ada deskripsi tentang tempat tersebut, mulai dari kapasitas, fasilitas, jam operasional, dan lain sebagainya. Dan langsung juga ada harganya!
Enaknya lagi, tak ada tambahan biaya adminstrasi, booking fee atau charge apapun. Yang saya bayar adalah yang tertera di awal dan sama persis harganya dengan harga bayar langsung di tempat. Kalau bayar on the spot saya mesti bawa uang cash, di Xwork saya bisa bayar menggunakan transfer bank atau dengan kartu kredit. Dan voila…saya langsung terkonfimasi tanpa perlu khawatir tak dapat tempat di co-working space yang saya inginkan. Gampang dan cepat kan?
Bayangkan kalau tak menggunakan situs Xwork ini. Saya mesti cek satu persatu co-working yang ada di Jakarta, lalu mengecek juga harganya serta ketersediannya. Ga praktis.
Oya, Xwork juga sekaligus menyediakan makanan untuk dipesan, karena kadang-kadang saya malas untuk turun ke luar, mencari makanan. Apalagi kalau ada di gedung tinggi seperti IFC yang sering saya datangi itu.
Sudah sebulan ini saya menggunakan Xwork untuk menyewa co-working space. Tidak setiap hari, hanya di waktu saya butuh tempat. Dan hasilnya, saya merasa lebih produktif dibanding ketika saya harus bekerja di rumah.
Biasanya, saya mampu berada di co-working ini dalam waktu cukup lama, dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Dan selama jam-jam tersebut, saya benar-benar bekerja dengan optimal, memanfaatkan menit demi menit waktu kerja saya. Ide saya mengalir dengan derasnya. Terbukti, saya bisa menyelesaikan beberapa job dari klien, menulis beberapa artikel untuk majalah, menulis tesis dan meng-update blog saya. Be Productive From Minute to Minute, seperti yang dikatakan Crystal Paine, penulis buku motivasi, “If you want to be productive, you need to become master of you minutes”.
PS: Ini Tip Produktif Bekerja di CoWorking, Versi Saya.
- Pakai earphone saat bekerja. Saya tipe yang tak bisa bekerja kalau ruang terlalu sepi, tapi juga tak bisa bekerja saat ramai sekali. Co-working space ini umumnya terdiri dari banyak orang-orang dengan latar belakang dan gaya bekerja berbeda. Ada yang memang membooking banyak meja dan mendiskusikan pekerjaan di meja. Daripada terganggu dengan diskusi mereka, lebih baik gunakan earphone.
- Jauhkan media sosial untuk beberapa saat. Atau bisa juga gunakan teori 30-5, artinya setiap 30 menit bekerja, bolehlah menengok medsos selama 5 menit.
- Duduk di pojok atau di area-area strategis yang tidak terganggu orang yang lalu lalang. Agar bisa memilih tempat yang oke, datanglah pagi-pagi.
- Bawa minuman favorit. Kalau saya selalu bawa hot chocolate. Nikmat banget
4 Comments
Cikasur
Kalo di Sby sini ada co working space gratisan dari Pemkot… namanya Koridor
Boleh dicoba kapan2 kalo ke Sby mbak
rahma
Di Jakarta juga adam tapi ga bisa dipake buat umum. Cuma bisa komunitas. Keren Surabaya deh kalau bisa dipake umum.
suga setiawan
Kalo dixwork tuh suasannya bikin betah…
Wah, sama2 ngebahas cafe nih 🙂
rahma
Hhha iya, udah dr tahun lalu. ;))