Dari Dapur Rumahan ke UMKM Mandiri: Kisah Naninu Kitchen Bersama Yayasan Astra-YDBA

Nani Heryani, pemilik Naninu Kitchen

.

Aroma wangi adonan mentega langsung menyambut begitu kami melangkah masuk ke sebuah rumah asri di kawasan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Di depan rumah yang teduh, terpasang sebuah papan kecil bertuliskan “Naninu Kitchen.”

Dari luar, rumah itu tampak seperti rumah lainnya, namun siapa sangka, dari sinilah lahir Kriwil Keju, sus buah, pisang crispy, dan ratusan penganan lainnya yang kini dipesan banyak orang setiap harinya.

“Awalnya saya cuma iseng bikin kue,” kenang Nani Heryani, sang pemilik. Tahun 2018, ia sama sekali tidak berniat membuka usaha. Ia membuat kue untuk dirinya sendiri dan memposting hasilnya di media sosial. Namun ternyata, beberapa teman tertarik dan meminta Nani membuka PO.

Saat itu, ibu dari dua anak ini bahkan tidak tahu harus memasang harga berapa. “Saya bingung mau jawabnya. Tapi setelah mereka coba, ternyata cocok, dan malah minta pesan lagi,” ujarnya sambil tersenyum.

Keisengan Nani yang awalnya hanya memenuhi permintaan teman, berubah menjadi keseriusan saat pandemi Covid-19 melanda. Karena alasan kesehatan, orang-orang enggan keluar rumah, sementara kebutuhan akan makanan tetap ada. Saat itulah Naninu Kitchen menawarkan kue yang bisa dipesan dan diantar langsung ke rumah pelanggan.

“Justru mulai ramainya pas Covid. Orang-orang kan takut keluar, jadi kalau ada yang bisa antar makanan sampai rumah, mereka mau,” kata Nani. Dari situ, pesanan terus berdatangan dan nama Naninu Kitchen makin dikenal.

Penggunaan sarung tangan merupakan penerapan dari 5R yakni Resik.

Ruang Produksi yang Kini Tertata

Nani mengajak kami ke paviliun di belakang rumah. Ruangan yang semula diperuntukkan bagi kerabatnya yang menginap, kini diubah menjadi jantung produksi Naninu Kitchen. Tadinya saya mengira dapur ini akan berantakan, penuh tepung, dengan loyang dan peralatan baking yang berserakan. Ternyata, dugaan itu salah besar. Ruang produksi Naninu Kitchen begitu rapi dan teratur, bahkan lebih rapi dari dapur-dapur yang pernah saya lihat di televisi.

Di tengah ruangan ada meja besar tempat Nani dan kedua karyawannya mengolah adonan kue, memberi finishing kue yang keluar dari oven, dan kemudian mengemasnya. Di sisi belakangnya, ada dua oven besar dan sebuah proofer berjajar rapi, siap memanggang puluhan loyang kue. Rak-rak di sebelahnya dipenuhi loyang yang tersusun berdasarkan ukuran.

Ruangan sangat rapi, teratur, dan bersih,

“Mbak, percaya nggak kalau ini dulu berantakaan banget. Dulu ini oven dan alat masak lainnya letaknya itu nggak di satu tempat. Ada di dekat pintu masuk, ada di gudang, ada di sini. Tempat loyang malah jadi satu ama tempat bahan. Jadi kalau lagi produksi ya lari sana, lari sini,” kenangnya sambil menunjuk beberapa lokasi awal oven. 

“Kalau ada pesanan dadakan apalagi agak banyak, jadinya kalang kabut,” tambahnya.

After: Ruang produksi. Dengan penataan ulang layout ruang, produksi jadi makin cepat dan efisien
Before: Dulu oven bersebelahan dengan tempat packaging. Foto: YDBA

Tak jauh dari sana, ada dua ruangan kecil: satu ruang material dan bahan makanan, satu lagi ruang peralatan. Keduanya sama-sama tertata dengan baik. Semua bahan dipisah sesuai jenis dan diberi label, plastik dan bahan kemasan lainnya dipisahkan sesuai ukuran.  

Nani mengaku dulunya dua ruang ini tak serapi ini. Selain bercampur dengan mixer dan bahkan oven, juga tak ada label sama sekali di sana. Padahal, sebagai produsen aneka kue, banyak sekali jenis bahan kue yang ia letakkan di sana.

“ Jadi nyari gunting aja repot, nyari plastik kresek bingung. Kalau ada pelanggan atau kurir datang, mesti bongkar-bongkar nyari ukuran kresek yang pas, Jadinya hasilnya berantakan. Sekarang beda, semua sudah ada tempatnya,” ujar Nani sambil menunjukkan rak dan laci berlabel.

Hal yang sama terjadi dengan ruang peralatan,. Tadinya di sana ada peralatan seperti cetakan kue, loyang aneka bentuk yang sulit diambil karena tidak ada label dan letaknya di pojok, terhalang tumpukan kardus. Namun sekarang, semuanya tertata rapi.

Ruang bahan yang kini sudah jauh lebih rapi. Tiap bahan makanan diberi label.

.

Setiap barang termasuk gunting dan sebagainya diberi label supaya lebih mudah menemukannya.

Foto before: Dulu mesin penggiling ada di ruang bahan/material Foto: YDBA

Foto before: Dulu oven dan tempat loyang ditaruh di ruang penyimpanan, bersebelahan dengan rak yang berisi plastik. . Foto: YDBA

Jadi Rapi Berkat 5R dari Yayasan Astra-YDBA

Titik perubahan besar-besaran ini terjadi di tahun 2024. Saat itu, seorang teman merekomendasikan Nani untuk bergabung dengan program Yayasan Astra-Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA). Dari situ, ia mendapat berbagai pelatihan mulai dari mentalitas dasar wirausaha, SOP, keuangan, 5R, hingga branding dan packaging.

Bagi Nani, pelatihan yang paling berkesan adalah pelatihan teori 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin). Sebagai informasi, teori 5R ini adalah adopsi dari teori budaya kerja 5S asal Jepang, yang diterapkan di seluruh lini Astra Internasional.

“Sebenarnya saya sudah dapat pelatihan ini di tempat lain sebelumnya. Tapi karena cuma teori, sampai di rumah bingung lagi cara nerapinnya. Nah kalau YDBA datang langsung ke tempat produksi, dampingin satu per satu langkahnya, itu yang bikin beda dan saya jadi paham,” tuturnya.

Pendampingan khusus untuk 5R ini dilakukan tiga tahap. Pertama, tim Yayasan Astra-YDBA meminta Nani menginventaris barang yang diperlukan dan menyingkirkan barang yang tidak diperlukan pada proses produksi. Di kunjungan kedua, menata ulang ruangan sekaligus memberikan label di setiap item. Ketiga, Nani diminta menjaga kebersihan secara rutin dengan secara berkala membersihkan bagian yang tidak terlihat.

Hasilnya, 5R bukan hanya membuat ruangan produksi jadi rapi, tapi juga proses kerja jauh lebih cepat dan efisien.“Karena efiisien ini kami bisa bikin kue yang fresh, cepat, dan tepat waktu. Jadi ini pelanggan atau kurir ga ada yang komplain,” ujarnya.

Nani mengaku, selain rasa, ketepatan waktu dan bahan yang fresh ini jugalah yang menjadi kunci keberhasilan dan kepercayaan para konsumennya.

Sambil mengajak kami ke ruang material dan mengambil beberapa bahan dari rak, ia bercerita, “Dari segi bahan juga jadi lebih bagus dan hemat. Diajarin cara menata, pisahin bahan yang udah dipakai dengan yang belu. Dulu sebelum dipisahin, pakainya ga teratur. Kadang ada bahan yang udah kadaluarsa ga keliatan. Jadi terpaksa dibuang, mbak.”

Pendampingan 5R. Bisa dilihat posisi meja belum berada di tengah-tengah. Foto: Yayasan Astra-YDBA

Penerapan 5R dan SOP yang tepat ini ternyata juga membuat Nani kini bisa dengan tenang meninggalkan dapurnya jika ada keperluan ke luar kota. Karyawannya kini sudah paham di mana letak semua bahan dan peralatan.

“Dulu saya mah khawatir, kalau ninggalin dikit-dikit diteleponin ditanya ini di mana itu di mana,” ceritanya sambil tertawa kecil. 

Dari Kecil-Kecilan ke Bisnis Sesungguhnya

Bersama Yayasan Astra-YDBA, Nani juga belajar hal-hal lain yang dulu tak pernah terpikir olehnya, mulai dari pencatatan keuangan, Q&C, cara menghitung HPP (Harga Pokok Produksi), hingga strategi pemasaran.

“Pas dulu ditanya untungnya berapa, ya saya cuma bisa kira-kira aja. Kemudian diberi pendampingan dan sekarang sudah paham cara menghitung margin. Pencatatan keuangan juga udah mulai rapi, dulu manual aja cuma catat uang keluar masuk,” ujarnya.

Selain itu, kemasan produk pun ikut bertransformasi. Misalnya, keju kriwil yang dulu hanya dikemas dalam mika dan cepat rusak, kini menggunakan kemasan baru yang lebih tahan lama dan menarik.

Bergantinya kemasan ini juga didorong oleh Yayasan Astra-YDBA. Tim konsultan branding dan packaging, serta fotografer dari Yayasan Astra-YDBA mendampingi Nani untuk membuat kemasan yang lebih baik dan bisa diterima di pasar modern.

Keju kriwil, salah satu produk favorit di Naninu Kitchen. Kemasannya berganti menjadi seperti ini setelah mendapat pendampingan YDBA.

.

pendampingan branding dan packaging oleh tim Yayasan Astra-YDBA. Sumber: dok Yayasan Astra-YDBA

“YDBA juga bantu di bidang pemasaran. Kalau tadinya yang tahu hanya teman-teman dan orang-orang sekitar sini, sekarang lebih luas pemasarannya. Keju kriwil ini udah ikut bazar-bazar, ada juga di galeri YDBA. Lalu snack box ini juga pernah dipesan untuk acara Astra,” ceritanya.

Perbaikan demi perbaikan yang ia lakukan bersama YDBA terlihat hasilnya. Omzet Naninu Kitchen makin meningkat hingga 200 persen, bahkan pernah mencapai 4.000 boks pesanan dalam sehari.

Kini, produk unggulan seperti sus buah, banana cake, onde-onde, keju kriwil, dan lain sebagainya menjadi favorit pelanggan, termasuk sekolah-sekolah. Salah satu rumah sakit di Cibinong pun menjadikan kue buatan Nani sebagai kue snack pasiennya.

Ini semua terjadi karena mereka percaya pada kualitas dan higienitas produk Naninu Kitchen karena langsung melihat dapur yang bersih teratur.

Ketekunan untuk Naik Kelas

Bagi Nani, Naninu Kitchen bukan sekadar usaha menjual kue. Usahanya ini juga cerminan keberanian dan kemauan untuk mencoba, ketekunan dalam belajar, dan konsistensi dalam berbenah.

Semangat Nani untuk berubah jadi lebih baik memang terlihat dari awal. Selain rutin mencoba resep-resep baru, ia patuh dan mengikuti semua saran dari tim Yayasan Asyra-YDBA. Sewaktu penerapan 5R ini misalnya. Awalnya Nani mengaku sangat berat melakukannya. Namun karena ia yakin ini untuk kebaikan dirinya dan masa depan usahanya, ia menerima tantangan dan pendampingan yang diberikan tim Yayasan Astra-YDBA.

“Dulu saya pikir usaha ini cuma soal bikin kue enak, cari resep baru biar pelanggan suka. Ternyata harus rapi juga ya, harus tahu keuangan, harus siap terima kritik, harus konsisten. Semua itu saya pelajari pelan-pelan dengan bantuan dari Yayasan Astra-YDBA,” ujarnya.

Ketekunan Nani ini berbuah manis. Selain mendapat banyak penghargaan, Naninu Kitchen pun “naik kelas” dari UMKM Madya menjadi UMKM Mandiri dalam waktu hanya setahun.

Salah satu penghargaan dari Yayasan Astra. Naninu Kitchen terpilih menjadi 5 besar kompetisi 5R.

Berikan Ikan, Bukan Kail

Mendorong UMKM seperti Naninu Kitchen untuk naik kelas dan mandiri merupakan salah satu cita-cita besar Yayasan Astra–Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Lembaga ini lahir pada 2 Mei 1980 atas prakarsa pendiri Astra, William Soeryadjaya, sebagai bagian dari pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Astra International Tbk.

Kehadiran YDBA menjadi wujud nyata komitmen Astra untuk menjalankan cita-cita “Sejahtera Bersama Bangsa,” sekaligus mengamalkan filosofi Catur Dharma, khususnya butir pertama: Menjadi Milik yang bermanfaat bagi Bangsa dan Negara.

Sebagai salah satu pilar Public Contribution Astra, yaitu Astra Kreatif, YDBA berfokus pada bidang kewirausahaan. Melalui program pelatihan, pendampingan, fasilitasi pemasaran, hingga pembiayaan, YDBA membantu UMKM untuk tumbuh, berkembang, dan akhirnya mencapai kemandirian.

“Kami berprinsip, lebih baik berikan kail, bukan ikannya,” tukas Rahmat Samulo, Ketua Pengurus Yayasan Astra-YDBA.

Pendampingan terus dilakukan oleh tim Yayasan Astra – YDBA.

Pelatihan disusun sesuai dengan kebutuhan industri, diadakan berbentuk kelas tatap muka maupun daring, yang bertujuan memberikan UMKM konsep dasar atas materi yang diberikan. Sementara itu, untuk menjamin materi dapat diimplementasikan di lapangan, Yayasan Astra-YDBA mengadakan pendampingan, yaitu program bimbingan one-on-one di lokasi UMKM untuk topik tertentu. 

Hingga Desember 2024, Yayasan Astra-YDBA sudah membina 13.663 UMKM, menciptakan 384 UMKM Mandiri, dan menaikkan kelas 1.425 UMKM, dan secara tidak langsung juga telah menciptakan 75.451 lapangan pekerjaan melalui UMKM yang difasilitasinya.

Ada 4 bidang usaha UMKM yang dibina Yayasan Astra-YDBA, yakni bidang kerajinan dan kuliner, manufaktur, bengkel, serta pertanian yang memberikan nilai tambah. Tiga bidang usaha terakhir—bidang manufaktur, bengkel dan pertanian—inilah yang membedakan program YDBA dengan program sejenis lainnya, karena umumnya program pembinaan lainnya kebanyakan berfokus pada bidang kerajinan dan kuliner saja.

Untuk meningkatkan pemasaran, Yayasan Astra-YDBA juga mengikutsertakan UMKM binaannya di berbagai pameran, seperti GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS), Indonesia Motorcycle Show (IMOS), Trade Expo Indonesia (TEI), INACRAFT, Jakarta Fair, dan berbagai pameran lainnya sesuai kebutuhan. 

Yayasan Astra-YDBA di pameran Inacraft

Dengen pembinaan yang berkesinambungan, semoga saja akan makin banyak UMKM seperti Naninu Kitchen yang bisa naik kelas dan menjadi UMKM Mandiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!