Empat Hal yang Bikin Saya Kangen Pekanbaru
Pandemi virus Corona yang melanda dunia termasuk Indonesia membuat semua hal jadi tertunda. Termasuk rencana travelling saya ke salah satu kota di Sumatera, Pekanbaru, yang harus ditunda sampai situasi memungkinkan untuk ke sana.
Ini bukan kali pertama saya ke Pekanbaru. Saya pernah menginjakkan kaki saya di sana dua tahun lalu, dalam rangka tugas dari kantor untuk mewawancarai Bapak Walikota Pekanbaru, Bapak Firdaus, ST. Setelah tugas wawancara kelar, saya memperpanjang cuti saya di sana dan mengeksplor Pekanbaru seorang diri. Tawaran dari staf kantor Walikota untuk menemani saya berkeliling saya tolak, saya khawatir tak menikmati Pekanbaru seutuhnya jika ditemani resmi seperti itu.
Dari hasil obrolan saya dengan Walikota, saya diberitahu sedikit sejarah Pekanbaru. Awalnya, Pekanbaru ini bernama Senapelan yang dikepalai oleh seorang kepala dusun. Kepala dusun ini membuat sebuah pasar di akhir pekan, namun tidak berhasil karena jarang penduduk yang datang. Kemudian, sang anak yang meneruskan tahta, memindahkan lokasi pasar ke dekat pelabuhan. Pasar yang baru itu dikenal dengan nama pasar Pekan Baharu. Nama inilah yang kemudian dikenal dan menjadi cikal bakal nama Pekanbaru.
Kota yang terletak di tepi Sungai Siak ini dulu menjadi tempat singgah kapal-kapal Belanda yang tak bisa merapat ke daerah Siak. Karena sering disinggahi kapal, Pekanbaru pun berkembang menjadi kota pelabuhan yang punya peranan penting di lintas perdagangan di Sumatera.
Menurut Pak Wali lagi, pada tahun 1958, Pemerintah Indonesia menetapkan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau. Ini menyebabkan Pekanbaru jadi pusat perdagangan dan ekonomi yang penting di Provinsi Riau. Hingga sekarang ini.
Ketika saya akan mengeksplor Pekanbaru, banyak yang bilang kalau kota ini tak punya hal menarik untuk didatangi. Pekanbaru memang bukan tujuan wisata utama, karena seperti yang dijelaskan oleh Pak Wali ke saya, orang yang datang ke sini kebanyakan ingin transit sebelum melanjutkan perjalanan menuju kota lain di Riau.
Namun bukan berarti saya tak bisa bersenang-senang di sana. Ada beberapa tempat yang dapat dikunjungi dan ada beberapa hal mengasyikkan yang bikin saya kangen untuk datang lagi ke sini.
Sarapan di Warung Kopi Kim Teng
Warung kopi ini sangat terkenal sehingga semua orang, bahkan Pak Walikota pun, menyarankan saya untuk ke sini. Katanya, belum ke Pekanbaru kalau belum sarapan di Kimteng. Saya bukan pencinta kopi, tapi saya jadi penasaran, kenapa sih saya disarankan untuk ke sini.
Alhasil, pagi-pagi sekali, dari hotel di Pekanbaru, saya sudah bergerak ke sana untuk sarapan. Warung kopi ini memang sudah buka sejak pukul 7 pagi. Saya kira, saya orang pertama yang datang ke sana. Tapi ternyata, ketika saya sampai sana, kedai sudah penuh. Benar-benar penuh. Hanya tersisa beberapa meja, itupun sudah direservasi orang.
Kedai ini memang bukan sekadar tempat nongkrong dan minum kopi, tapi juga sudah menjadi tempat transaksi bahkan tempat meeting. “Ngopinya secangkir, ngobrolnya di sana dua jam,” begitu ungkapan Pak Walikota.
Untungnya, ada meja kosong untuk saya. Di pojokan, di mana saya bisa mengamati keseluruhan kedai ini. Kedainya cukup besar, sepertinya baru dipugar. Di dindingnya banyak terdapat foto-foto para pesohor yang pernah datang ke sini. Di sebelah kanan terdapat foto perjalanan kedai Kimteng, yang ternyata sudah berdiri sejak lama.
Dari yang saya baca, nama “Kimteng” sendiri berasal dari nama Tang Kimteng. Ia seorang keturunan Tionghoa kelahiran Singapura yang sejak tahun 1940-an sudah menjadi tentara Indonesia di Sumatera. Setelah merdeka, Kimteng ikut berjualan di kedai kakaknya. Lalu pada tahun 1950-an, ia membuka Kedai Kopi Segar di rumahnya, di dalam gang dekat pelabuhan Pelindo. Lama kelamaan, kedai ini berkembang dan kemudian diteruskan oleh sang cucu. Kedai kopi Segar ini pun lebih dikenal dengan nama Kim Teng dan nama ini bertahan hingga sekarang.
Menu andalan KimTeng ini adalah kopi hitam dan roti srikaya. Saya, yang tak biasa meminum kopi, sok-sokan mencoba kopi ini. Alhasil, sampai malam buta, saya masih merasakan efeknya. Jantung saya berdebar kencang, mata saya tak bisa terpejam. Memang, menurut teman-teman saya, kopinya cukup kuat bahkan untuk orang yang biasa meminum kopi sekalipun.
Kulineran Malam di Jalan Sudirman
Saat saya tanya apa yang saya bisa lakukan di malam hari di Pekanbaru, semua orang menjawab, “kulineran aja ke Jalan Sudirman.” Saya agak sangsi sebenarnya, mengingat di siang hari sebelumnya saya sudah datang ke sana dan cuma ada mal dan pertokoan saja. Jalan Sudirman ini memang jalan utama di Pekanbaru. Selain mal, ruko-ruko, di sini banyak hotel, mulai dari hotel berbintang sampai hotel murah di Pekanbaru.
Di mana kulinerannya? Malas ah kalau ke mal.
Ternyata, di malam hari, Jalan Sudirman berubah menjadi sentra kuliner. Beragam kuliner khas Pekanbaru bisa saya temukan di sini. Ada yang menjual roti bakar hingga makanan Padang. Uniknya, jika di Jakarta ataupun di kota lain warung nasi padang biasanya berupa toko atau warung khusus, di sini warung padang berupa tenda tidak permanen. Masakannya dimasak dan diletakkan di gerobak, mirip tukang nasi goreng di dekat rumah saya.
Di jalan ini juga ada sate padang yang terkenal dan banyak direkomendasikan orang-orang, yakni Sate Padang Bundo Kanduang. Dengan harga Rp19.000 saja, saya bisa menyantap seporsi sate padang yang maknyus.
Ada pula Martabak Mesir Radar Siang Malam. Martabak ala India ini memiliki isian daging yang tebal, dengan kulit martabaknya yang lembut, dan kuahnya yang terasa segar manis. Martabak terenak yang pernah saya coba. Saking sukanya bahkan saya pesan dua!
Jalan-jalan Sore di Masjid Agung An-Nur
Sebelum kulineran di Jalan Sudirman, saya mampir dulu ke Masjid Raya Annur. Masjid yang juga dikenal dengan Masjid Agung Pekanbaru ini adalah masjid terbesar di Pekanbaru yang didesain dengan gaya arsitektur yang merupakan paduan gaya arsitektur Timur Tengah, Melayu, dan India. Katanya, masjid ini didaulat sebagai Taj Mahal Pekanbaru.
Saya penasaran. Masjid ini memang indah. Tapi yang saya suka, masjid kebanggaan masyarakat Pekanbaru ini bukan hanya jadi tempat beribadah, namun juga tempat berolahraga dan berkumpul masyarakat Pekanbaru. Ya, kalau datang ke sini menjelang sore seperti yang saya lakukan, di lapangan depan masjid banyak orang yang berolahraga, jalan-jalan sore, atau hanya duduk-duduk mencicipi kuliner kaki lima di sana.
Salah satu kuliner yang saya coba di kompleks Masjid An Nur adalah kerupuk siram. Ini jajanan khas Riau dan beberapa daerah di sekitarnya seperti Sumatera Barat. Kerupuk siram adalah kerupuk gendar yang terbuat dari ketan, di atasnya diberi bihun, dan kemudian disiram dengan saus padang. Harganya hanya sekitar 4000-5000 rupiah saja per buah. Murah meriah enak kenyang.
Membaca Perpustakaan HS Soeman
Ketika saya tanya ke salah seorang kawan arsitek soal bangunan menarik di Pekanbaru selain masjid raya, ia menyarankan untuk mendatangi bangunan ini. “Bangunan yang eye catching”, katanya.
Saya mengikuti sarannya. Memang benar. Selain masjid Agung Annur, ini adalah bangunan lainnya yang mampu menarik mata saya. Bangunannya berbeda dari sekelilingnya sehingga langsung terlihat dari kejauhan. Konon, bentuk perpustakaan ini diambil dari bentuk buku yang terbuka, namun ada juga yang berpendapat kalau bentuk bangunan ini terinspirasi dari lekar, meja tempat meletakkan Al Quran saat belajar mengaji. Riau memang kental dengan nuansa Islam sehingga mungkin saja unsur Islami dimasukkan ke perpustakaan ini.
Saya masuk ke dalamnya, sengaja ingin membaca buku di sana. Bagian dalamnya ternyata lumayan menarik, buku-bukunya cukup banyak. Di lantai dasar terdapat café dan di lantai paling atas terdapat deck; di sini saya bisa melihat Kota Pekanbaru dari ketinggian.
Di sekitar perpustakaan H.S Soeman juga ada bangunan-bangunan modern lainnya yang cukup menarik, seperti kantor Gubernur Riau dan kantor perwakilan Bank Indonesia. Tapi cuma bisa diliat dari luar aja ya.
Penginapan di Pekanbaru
Pekanbaru ternyata menarik kan? Saya saja ingin kembali ke sana lagi. Apalagi, Pekanbaru ini termasuk mudah untuk dijelajahi dengan angkutan umum. Ada ojek online, ada bus trans metro. Rute trans metro ini sudah bisa menjangkau beberapa tempat wisata, bahkan bisa menuju bandara Sultan Syarif Kasim II. Untuk area yang tak ada trans metro seperti Kimteng, bisa menggunakan angkot. Masyarakat Pekanbaru juga cukup ramah, mereka akan senang hati menjelaskan apa yang harus saya naiki untuk menuju tempat-tempat itu.
Untuk urusan menginap pun tak sulit. Banyak hotel murah di Pekanbaru, yang terjangkau bujet saya. Beberapa di antaranya adalah hotel di bawah bendera Reddoorz. Harganya mulai dari dua ratus ribuan per kamar. Walaupun harganya terjangkau, hotel-hotel ini tetap nyaman ditempati.
Semoga saja pandemi ini segera berakhir dan saya bisa menikmati lagi kehangatan kopi Kimteng, menikmati makanan khas Melayu dan merasakan suasana di Pekanbaru lagi. Aamiin…
19 Comments
omnduut
Satu-satunya provinsi di Sumatra yang belum aku datangi haha. Dulu hampir mau ke sini. Tujuan utama Bukittinggi sih, tapi sengaja ambil penerbangan ke PKU dulu demi bisa khatamin Sumatra. Eh, batal >.<
rahma ahmad
Dari Palembang kalau via darat ke PKU jauh banget ya?
omnduut
Kalau gak salah 2 hari. Lumayan 😀
sul
ke pekanbaru aja lagi sekarang sudah new normal hahaha
rahma ahmad
tiketnya udah direfund 😀
Ikhwan
Pilihan kuliner jalan Sudirman emang banyak banget ya! Kebanyakan yang berjualan adalah pedagang keturunan minang, jadi dengan gampang ragam kuliner padang juga bisa kita jumpai di sini. Mulai dari yang pedas sampe penganan manis dan hangat.
Pertama kali ke Pekanbaru dulu saya sempat heran kenapa jalan SUdirmannya panjang banget, dari Bandara sampe tengah kota masih jalan Sudirman itungannya. Untuk yang area kuliner kalo ga salah mulainya dari kawasan Sudirman yang selewat Kantor Gubernur ya.
rahma ahmad
Betuul….dari kantor Gub lama sampe ke Mal. Katanya sih ada sentra kuliner baru tapi belum sempet kucoba.
Endah Kurnia Wirawati
Pernah ke Pekanbaru dan pengen balik lagi deh kesana. Kangen martabaknya euy. waktu kesana di malam terakhir diajakin ngumpul sama anak2 CS Pekanbaru dan main kartu ampe tengah malam di warung martabak radar siang malam itu euy..
rahma ahmad
Hooh martabaknya enak banget. Nyobain martabak mesir di Jakarta ga ada yg seenak di situ
rahma ahmad
Kyknya emang mesti sewa ya biar lebih fleksibel.
Sintia Astarina
Aku belum pernah ke Pekanbaru, jadi terima kasih kak sudah memberikan rekomendasi kegiatan di sana. Seneng juga ke perpustakaan dijadikan salah satu kegiatan yang bisa dilakukan. Kebetulan aku lagi seneng mengulas berbagai perpustakaan lokal di daerah-daerah. Kalo lagi dinas luar kota misalnya, pas ada waktu kosong, aku carinya perpus/toko buku lokal, bukan tempat wisata mainstream. Haha.
rahma ahmad
Sama-sama. Ntar cerita-cerita kalau udah dari sana ya
bara anggara
Kalau suka fauna atau alam, bisa melipir sedikit keluar kota, ke Kabupaten Kampar.. Ada kampung wisata buluhcina yang jadi tempat penangkaran 2 ekor gajah sumatera, jaraknya cuma belasan kilometer aja dari Kota Pekanbaru.. Lalu masih di Kampar ada juga beberapa wisata alam walaupun tak seindah dan selengkapnya tetangganya, Sumatera Barat..
rahma ahmad
Wah, makasih infonya. Mesti sewa mobil apa bisa naik umum ke sana?
rahma ahmad
Wah ntar kalau gue iseng balik ke Pekanbaru, ketemuan yak…kangen martabak.
Novriana
Waa pengen deh ketemuaan, tapi sekarang aku masih lagi tinggal di Jepang.. Titip salam buat kuliner2 yaa kalau ntar ke Pekanbaru, hehe..
rahma ahmad
Ketemuan di jepang aja kalau gitu…:D. *Ngayal dulu
Novriana
Boleh bangeeet! Ditunggu yaa, setelah pandemi ini berlalu, aamiin..
rahma ahmad
Aamiin