Sanitasi Aman, Bikin Sehat dan Nyaman
Travelling ke India dan China dan juga beberapa tempat di Indonesia mengajarkan saya kalau sanitasi itu penting banget. Penting buat kesehatan diri dan lingkungan sekitar.
Saya juga pernah berdebat dengan kawan saya dari Uzbekistan soal ini. Dia, yang berkunjung ke Jakarta, shock melihat sungai di Jakarta. Kata-kata dia yang saya ingat betul adalah: you are the owner of your Indonesia. If you don’t do something, who will?
Ya benar juga. Saya, kamu, dan kita semua yang harus peduli soal kebersihan dan sanitasi di Indonesia.
Salah satu masalah sanitasi yang sering dilupakan orang Indonesia, termasuk saya, adalah soal septic tank. Ya, tempat pembuangan limbah domestik dari toilet. Coba, siapa yang kalau beli rumah nanya soal letak septic tank? Pasti jarang kaan….
Dulu waktu saya kuliah arsitektur (yaaa….biarpun ga jadi arsitek beneran, saya lulusan arsitektur UI lho), saya belajar bahwa jarak aman antara septic tank dengan sumber air adalah minimal 10 meter. Jarak tersebut dikatakan aman karena bakteri umumnya dalam satu hari hanya bisa bergerak menembus tanah maksimal 3m, dan dalam 3 hari, bakteri akan mati.
Tapi kini, di tengah padatnya penduduk kota, serta mahal dan langkanya tanah perumahan, jarak ideal 10m ga mungkin lagi ada. Alhasil, septic tank dan sumber air letaknya kerap berdekatan bahkan bisa jadi bersebelahan. Seperti tetangga saya yang tiba-tiba membuat septic tank dekat dengan pompa air saya. Ngeselin kaaan, sampai akhirnya saya yang mengalah dan harus memindahkan pompa air ke halaman depan.
Nah, karena berdekatan inilah bakteri bisa merambat dengan mudah ke sumber air dan mengakibatkan berbagai macam penyakit, mulai dari diare, infentri, kolera, dan lain sebagainya.
Gimana dong cara agar septic tank yang ada di rumah tak mencemari sumber air kita, dan tetangga? Jawabannya gampang aja: buatlah septic tank yang aman. Gimana bentuknya? Ini ya disimak ciri-ciri septic tank yang aman:
Kedap
Dulu, orang-orang seperti kakek saya, membuat septic tank yang airnya bisa disalurkan ke dalam tanah. Benar memang, karena tanah punya penyaring alami yang bisa menetralkan segala kandungan buruk yang ada di dalam air septic tank. Tapi itu duluuu, waktu rumah masih punya pekarangan yang luas. Kini, seiiring makin mengecilnya tanah yang dimiliki, septic tank harus dibuat kedap agar airnya tidak merembes ke tanah. Kalau merembes ke tanah, bakteri e-coli dan beberapa bakteri lain bisa lari ke sumber air dan akhirnya mencemari air kita. Akhirnya, diare, kolera, dan penyakit lainnya bisa dengan mudah mampir ke tubuh kita.
Bahan material septic tank kedap ini bisa berupa beton konvensional (bilang aja ke tukangnya: bikin yang kedap air) atau bisa juga membeli septic tank fiber siap pakai yang sekarang ini banyak dijual.
Memiliki lubang kontrol
Lubang kontrol ini maksudnya tutup pada septic tank yang bisa dibuka-tutup. Gunanya sebagai akses untuk masuknya pipa penyedotan dan juga sebagai kontrol jika terjadi sesuatu pada septic tank.
Memiliki saluran udara (ventilasi)
Salah satu bakteri yang diperlukan di dalam septic tank adalah bakteri aerob alias bakteri yang memerlukan oksigen untuk hidup. Kalau tidak ada saluran udara, bakteri di sana akan mati dan septic tank akan cepat penuh. Selain itu, kotoran yang berada di dalam septic tank dapat menghasilkan biogas yang mengandung metana (bahan bakar gas ) dan % karbondioksida (co2). Jika septic tank nggak dilengkapi saluran untuk membuang gas ini, septic tank bisa meledak lho.
Harus dikuras/disedot secara rutin
Jika septic tank kedap, air septic tank secara otomatis harus dikuras/disedot. Umumnya, untuk rumah dengan jumlah anggota keluarga lima orang, septic tank ini dikuras dua tahun sekali. PT PAL Jaya, menyediakan jasa penyedotan septic tank, yang dibanderol dengan harga 330.000/2m3.
Volumenya Sesuai
Supaya tidak cepat penuh, dan ujung-ujungnya merembes ke tanah, ada volume septic tank yang dianjurkan. Satu rumah dengan jumlah anggota keluarga 5 orang, idealnya memiliki septic tank dengan ukuran 800 liter atau ukurannya minimal sekitar 1,5m x 1.5m x 2m dengan tebal dinding 12m.
Masalah septic tank yang aman ini terungkap dalam acara Kumpul Blogger dan Vlogger “Sanitasi Aman, Mulai Kapan?” yang dilaksanakan bertepatan dengan Hari Toilet Sedunia 2019 tanggal 19 November 2019 kemarin.
Di acara yang digagas USAID IUWASH PLUS dan PD PAL JAYA hadir beberapa narasumber antara lain Subekti SE.,MM, Direktur Utama PD PAL JAYA: Ika Fransisca, Advisor Bidang Pemasaran dan Perubahan Perilaku USAID IUWASH PLUS; dan Zaidah Umami, Bidang Kesehatan Lingkungan, Puskesmas Kecamatan Tebet.
Di acara ini terungkap juga kalau ternyata, pada tahun 2018, rata-rata kejadian diare di Indonesia mencapai 7%, dan tingkat stunting masih di atas 30%. Pada tahun 2017, Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa 75% sungai di Indonesia tercemar, dan 60% polutan disumbangkan oleh air limbah domestik yang nggak diolah. Serem ga tuh.
Selain diskusi mengenai septic tank, saya dan para blogger dari Bloger Cronny Community diajak berkunjung ke salah satu perkampungan di daerah Tebet Timur. Ternyata, perkampungan padat di pinggir sungai ini tadinya tidak memiliki septic tank sama sekali. Limbah yang mereka hasilkan langsung dibuang ke sungai yang ada di depan rumah mereka. Ga nyangka, di tengah Jakarta ternyata masih ada yang begini. Di Tebet pula, di tengah kota yang nggak jauh dari rumah saya!
Di area yang hampir kebanyakan penduduknya berprofesi sebagai pembuat tempe ini, kami melihat Septic Tank (IPAL) Komunal yang merupakan septic tank gabungan dari 30 kepala keluarga yang ada di rt 008.
Di sana kami bertemu Pak Susanto, ketua RT yang bercerita awalnya sulit meyakinkan masyarakat untuk bergabung, padahal IPAL ini didanai oleh CSR sebuah perusahaan multinasional. Menurut Pak Susanto, enggannya masyarakat bergabung dengan IPAL karena mereka harus membongkar dan meninggikan WC mereka, yang artinya mereka harus mengeluarkan biaya.
Hal senada juga disampaikan Ibu Wiwi, salah satu kader PKK penggerak IPAL Komunal ini. Ibu ini bercerita kalau dia membuat sendiri IPAL Mini bersama 4 tetangganya dan menghabiskan dana sekitar 20 juta. Lalu kemudian, dia berusaha mengajak yang lain untuk membuat hal serupa, namun mengalami kendala. Berkat kegigihannya dan juga pejabat-pejabat RT dan RW, akhirnya Ibu Wiwi berhasil menyadarkan penduduk sekitarnya soal pentingnya membuat septic tank dan bahayanya jika limbah mereka langsung dibuang ke sungai.
Kami juga mengunjungi Bapak Wahyono yang juga membuat septic tank secara swadaya. Menurut bapak dua anak yang berprofesi sebagai pembuat tempe kering ini, kesadaran untuk membuat septic tank ini muncul begitu saja. Ia paham, kalau selama ini ia tidak peduli soal kesehatan, sehingga membuang begitu saja limbah domestiknya ke sungai depan rumahnya. Padahal, limbah domestik itu bisa mencemari sungai, yang selama ini jadi bagian dari kehidupannya.
Selain mengunjungi IPAL Komunal dan IPAL mandiri, kami juga melihat proses penyedotan septic tank oleh PT PAL Jaya. Seperti yang saya sudah tulis di atas, idealnya setiap 2-3 tahun sekali septic tank disedot. Salah satu perusahaan yang terpercaya adalah PT PAL Jaya ini, karena selain murah (cuma 330 ribu), tim mereka dilengkapi dengan safatey tools dan dilatih secara profesional. Penyedotan juga dilakukan hingga ke dasar, tidak hanya di permukaan saja. Dan yang paling penting, hasil penyedotan tidak dibuang ke sungai, namun dibuang ke IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) milik PT PAL Jaya.