Astra dan “Mata” Baru Bagi April dan Nurmalina
Wajah April terlihat bahagia. Mata siswi sekolah dasar di Entikong, Kalimantan Barat, ini mengerjap ketika sebuah kacamata bertengger di matanya. Akhirnya, setelah sekian lama harus memicingkan dan memaksa matanya untuk melihat tulisan gurunya di papan tulis , kini ia bisa melihatnya dengan jelas. Berkat Astra dan kacamata barunya.
April, siswi 4 SDN 08 Nekan di Entikong, Kalimantan Barat, adalah salah satu siswa sekolah dasar yang mengalami kelainan difraksi pada matanya. Ia tak dapat melihat dengan baik akibat minus dua yang ternyata dideritanya selama ini. Namun kekurangan tenaga medis ahli mata di Entikong membuatnya tak bisa memeriksakan matanya.
Cerita serupa dialami Nurmalinawati, siswi sekolah dasar di Natuna, Kepulauan Riau. Dua tahun silam, matanya menderita minus 6. Namun, pemeriksaan mata yang tidak rutin, ditambah lagi ketidakmampuan membeli kacamata, membuat minusnya bertambah menjadi minus 13.
April dan Nurlinawati adalah potret anak-anak di daerah terdepan dan terluar Indonesia yang mengalami masalah pada mata mereka. Kurangnya tenaga medis spesialis mata serta ketidakmampuan ekonomi masyarakat untuk memeriksakan dan membeli kacamata menjadi salah satu penyebab tidak teratasinya masalah mata pada anak-anak ini. Akibatnya, mereka tidak bisa menangkap pelajaran dengan baik, dan akhirnya kemampuan belajar mereka pun menjadi menurun. Padahal anak-anak inilah yang nantinya akan menjadi generasi penerus dan tumpuan masa depan Indonesia.
Menyadari hal tersebut, sejak tahun 2014 Astra bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan Indonesia, PMI serta Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI) menggagas sebuah gerakan bantuan kacamata untuk anak-anak yang berada di daerah terdepan dan terluar Indonesia.
Mengutip laporan keberlanjutan Astra tahun 2016, pada tahun 2014-2015, sebanyak 9.048 kacamata telah didonasikan ke lima wilayah terdepan dan terluar Indonesia, yaitu: Sabang di Aceh; Entikong di Kalimantan Barat; Nunukan di Kalimantan Utara; Atambua di Nusa Tenggara Timur; dan Merauke di Papua.
Sementara di tahun 2016-2017 awal, Astra memberikan lagi 6.606 buah kacamata untuk anak di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur; Kabupaten Nunukan, Kepulauan Riau; serta Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
Di akhir 2017, bersamaan dengan ulang tahunnya ke-60, Astra memberikan lagi bantuan 6.000 kacamata di Pulau Sabang, Miangas, Rote dan Merauke, sehingga hingga kini, total sudah 21.654 buah kacamata yang diberikan Astra untuk anak-anak Indonesia.
Ada yang menarik dari gerakan pemberian kacamata untuk anak Indonesia ini. Sejak 2014, Astra mencoba mengajak masyarakat untuk andil dalam progam ini dengan melakukan gerakan bersama di social media. Melalui gerakan yang bertitel #generAKSISEHATIndonesia ini, Astra mengajak masyarakat untuk menggugah foto atau video berisi komitmen sehat yang dituliskan di atas kertas ke Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube dengan disertai tagar #generAKSISEHATIndonesia. Satu foto atau video dengan tagar tersebut akan dikonversikan menjadi sebuah kacamata untuk anak Indonesia.
Terilhami Kemurahan Hati William
Pembagian kacamata ini merupakan salah satu bentuk CSR Astra di bidang kesehatan. Selain pemberian kacamata, melalui yayasannya, Astra memberikan bantuan berupa pengobatan gratis bagi masyarakat di sekitar instalasi Astra di beberapa wilayah DKI Jakarta dan Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Bantuan kesehatan berupa Mobil Kesehatan Astra (Mokesa) yang di dalamnya tersedia layanan kesehatan bebas biaya seperti pemeriksaan dasar, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan gigi bagi siswa PAUD.
Astra juga mengembangkan program Posyandu dengan teknologi informasi (IT). Dengan adanya Posyandu berbasis IT, keadaan status gizi anak secara dapat diketahui secara berkala, hanya dengan memasukkan hasil pengukuran dan penimbangan ke dalam software yang disediakan. Hingga tahun 2016, Astra telah mengembangkan 1577 Posyandu di seluruh Indonesia.
Program-program CSR kesehatan di Astra tak lepas dari komitmen Willam Soeryadjaya, pendiri Astra yang dikenal sebagai seorang filantropis yang murah hati. Dalam buku Astra on Becoming of Nation terungkap bahwa William selalu menekankan prinsip bahwa “Astra harus jadi berkat bagi bangsa”.
Berkat ini bisa berarti Astra berguna bagi bangsa dari segi teknologi yang dihasilkan ataupun berguna bagi kehidupan dan sosial masyarakat Indonesia.
Jika merujuk ke teori, pemikiran yang dianut pria yang akrab disapa dengan Om Willem ini sejalan dengan teori keberlanjutan John Elkington yang digulirkan tahun 1988. Teori yang dikenal dengan nama Triple Bottom Line (TBL atau 3BL) ini mengukur nilai kesuksesan suatu perusahaan bukan hanya berdasarkan keuntungan yang didapatkannya, namun juga karena dua kriteria lainnya yakni lingkungan dan sosial.
Dengan memberikan bantuan kacamata gratis kepada anak-anak Indonesia di daerah terluar dan terdepan, Astra berusaha menerapkan falsafah William yang sejalan dengan teori Triple Bottom Line, bahwa suatu perusahaan seperti Astra seharusnya tidak hanya memikirkan keuntungan perusahaan saja, tapi juga memikirkan kesejahteraan lingkungan dan masyarakat di negara tempat ia berada. Dengan memberikan bantuan kacamata, Astra menjadi berkah bagi keluarga tak mampu yang memiliki anak dengan kelainan mata di Indonesia.
Semoga, selama tahun-tahun ke depan perjalanan Astra akan tetap berpihak pada manusia di Indonesia dan program bantuan kacamata untuk anak Indonesia terus bertambah luas, sehingga ada April dan Nurmalina lain yang bisa menikmati “mata baru mereka”.