Naik Angkot di Kolkata
Enam rupee alias 1200 rupiah. Kalau di Jakarta, uang segini hanya cukup untuk membeli setengah kerupuk gendar, atau teh tawar panas.
Saya amat kaget ketika diminta uang sejumlah ini untuk menaiki bus kota di Kolkata. Bus yang kondisinya tak terlalu baik, mirip seperti PPD zaman dulu sebelum diremajakan seperti sekarang ini.
Angkutan di Kolkata memang unik dan eksotis. Murahnya juga luar biasa. Itu sebabnya, saya sangat antusias menaiki hampir semua angkutan di sana, mulai dari taksi kuning, trem, hingga subway.
TAKSI KUNING
Bukan cuma New York yang punya yellow cab. Kolkata juga punya taksi berwarna kuning yang cukup nyentrik. Saya dan kawan saya menaiki taksi ini dari bandara dan ketika menuju bandara.
Baca Juga: Welcome to India
Tarif taksi kuning ini bukan berdasarkan argo, tapi berdasarkan tawar menawar dan belas kasihan di pengemudi. Tapi untungnya, kami tak pernah mendapat tarif terlalu mahal. Hehehe…kayaknya lho..
Tak ada pendingin udara di taksi kuning ini. Kalau kepanasan, ya buka saja jendelanya. Seru. Tapi masalahnya, begitu buka jendela, debu dan asap akan menerpa. Namun anehnya, saya yang alergi debu tak mengalami alergi sama sekali di sini. Mungkin karena saya terlalu euphoria melihat India.
TREM
Trem Kolkata ini konon adalah trem tertua dan satu-satunya yang masih tersisa di India. Dibuat dan digunakan sejak 1873, artinya sudah 142 tahun trem ini jadi moda transportasi di Kolkata.
Trem hanya terdiri dari dua gerbong. Tak jauh beda dengan angkutan lainnya, trem ini sangat tua dan usang. Seperti kaleng yang berjalanan di atas rel. Sudah pantas masuk ke museum kalau menurut kawan saya.
Sang kenek, yang bertugas memberikan karcis kepada penumpang, sama antiknya. Tua dan menggunakan baju safari cokelat ala pejabat India. Yang lebih mencengangkan adalah tarifnya. Hanya 5 rupee alias 1000 perak!
Trem ini melewati tengah jalan di kota. Untuk menaikinya, tinggal mencari semacam plang bergambar trem. Plangnya sangat kecil hingga kadang-kadang nyaris tak terlihat. Walaupun sudah menggunakan lumia, kami beberapa kali kesulitan untuk mencari haltenya. Alhasil, untuk mencari tahu di mana letak halte-nya, kami seringkali menunggu sampai trem lewat, berhenti, lalu berlari-lari mengejarnya.
Rute trem bisa diliat di sini
BUS KOTA
Bus kota di Kolkata juga menarik dan unik. Berwarna biru, mirip dengan bus PPD di Jakarta zaman dulu kala. Tarifnya tak kalah murahnya. Sekali jalan, hanya dikenakan tarif 6 rupee alias 1200 rupiah.
Cukup banyak line bus ini. Daripada pusing menghapalnya, lebih enak pakai GPS alias Gunakan Penduduk Setempat. Tinggal tanya, mereka akan senang hati menjawabnya. Kami melakukan ini berkali-kali walaupun sepertinya ini selalu jadi tugas saya. Adillah. Teman saya pegang Lumia, saya jadi bagian tanya-tanya (yang sayangnya) selalu ke bapak-bapak.
BAJAJ
Nah, ini dia angkutan asli India yang juga populer di Indonesia. Bentuk bajaj di sini lebih bagus ketimbang bajaj oranye yang ada di Jakarta. Tapi bedanya, bajaj di sini muat hingga 5 orang!
Ya, kalau bajaj di Jakarta penumpang hanya duduk di belakang, dan paling banter bisa diisi tiga orang, di sini, penumpang juga bisa duduk di kanan dan kiri supir. Keren kan?
METRO
Ini moda transportasi tercanggih di Kolkata. Sangat berbeda dengan moda transportasi lainnya. Metro ini terletak di bawah tanah, sehingga bisa mencapai banyak tempat dengan cepat. Stasiunnya juga cukup banyak, sehingga moda ini jadi favorit warga Kolkata.
Saya awalnya skeptis dengan metro ini. Palingan kotor, bau, dan usang, pikir saya. Ternyata saya salah total. Metronya bersih, tepat waktu. Stasiunnya, walaupun tampak tua dan kaku karena warna dinding yang didominasi cokelet tua, bersih dan teratur.
Sistem naiknya pun tak beda dengan metro di negara lain. Beli tiket di loket, lalu penumpang akan mendapat token berupa koin yang harus dimasukkan ke slot di pintu masuk.
Uniknya, di metro ini ada pemisahan antara area wanita dan pria. Jadi dalam satu gerbong, ada area wanita dan area pria. Saya dan kawan saya baru sadar hal ini ketika sudah naik metro untuk kesekian kalinya. Saat itu metro amat penuh, cukup membuat kami harus berdesak-desakan. Saya melihat sekeliling, lalu berkata ke teman saya: “cewek-cewek di sini pada ke mana ya. Kok di sekeliling kita laki semua.”
Kami akhirnya berpendapat, wanita tak banyak yang bekerja, seperti halnya di negara-negara Arab. Ketika turun, barulah kami melihat tanda bahwa area yang kami naiki adalah area pria. Area wanita ada di sebelah kanannya!
Oalaaaah, pantas tadi semua orang menatap saya.
Ps: peta rute metro bisa dilihat di Situs ini
17 Comments
Pingback:
dita
ini kaya di Indonesia jaman dulu kala ya, mbak.. hihihih
jadi inget film warkop dono-kasino-indro
rahma
Hahaha…iyaa bener. Kyk zaman dulu tapi penuuh orang
Deddy Huang
cukup semerawut ya kotanya mbak?
rahma
Banget Mas Dedy. Apalagi kalau dareah-daerah deket pertokoan. Kalah deh Tanah Abang zaman dulu 😀
Pingback:
Pingback:
rahma
gaul mah tentatif ya….Mungkin di tempat lain, yang enggak saya datengin, anak mudanya gaul-gaul,,,
n
Ank muda di sana gak gaul .jauh am tnh air
Sarah
Mbak, aman ga India buat cewe?
rahma
Tempat yang saya datengin lumayan aman. Emang sih ada beberapa kali gangguan, tapi masih dalam tahap aman.
Kalau bisa, jangan jalan sendirian. Jalan sama temen, usahain ada cowo di grup itu. Saya jalan sama teman saya (cowo) masih digangguin juga 😀
Meidi
Wah angkutan di India antik yah,, itu semua cabnya bentuk kayak gitu atau ada mobil versi baru kak?
kalo aku sampe sini, duduk manis di kedai pinggir jalan aja udah seneng banget, bisa hunting fotoo 🙂
Meidi
Ah iyaa mau tanya, bis di sana bayar duluan di depan kayak di Malaysia? ada yang nagih di tengah jalan kayak bis di Jakarta? atau bayar pas mau turun kak?
rahma
Kayak di Jakarta, ada abang-abang keneknya. Abis bayar bakal dikasih karcis yang bentuknya kertas kecil. Kapan mau ke India? 😀
rahma
Cab-nya ada yang sedan cakep ber-AC. Tapi harganya lebih mahal. Saya ga coba sedan ini karena kurang antik 😀
ira
Seru banget, Mbak Rahma. Tremnya emang dha pantes masuk museum ya, Mbak. hehe
rahma
Makasih Mbak Ira….iya nih. Antik semua di sana. Bikin kangen.