Kampung Sarugo, Kampung Seribu Gadang yang Masih Asli
Semilir angin dari perbukitan yang membawa bau harum rempah khas masakan Minangkabau menyambut kedatangan saya di kampung ini, sebuah kampung yang namanya baru mencuat di kalangan wisatawan Indonesia.
Mata saya langsung menyapu sekitar. Tepat di depan saya, berbaris rapi tiga puluh rumah gadang, menghampar di tengah persawahan hijau dan perkebunan jeruk. Dindingnya terbuat dari kayu dan anyaman bambu yang disusun bersilangan, atapnya terbuat dari seng berbentuk runcing seperti tanduk kerbau.
Inilah yang saya cari-cari di Minangkabau. Sebuah desa yang masih memertahankan adatnya, masih memertahankan rumah gadangnya. Inilah Kampuang Sarugo alias Saribu Gonjong, sebuah kampung yang ada di Nagari Kota Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat.

Asal Usul Nama Sarugo
Seorang pria tua menyambut saya. Ia mengulurkan tangannya yang terbakar matahari perkebunan sambil berkata ramah, “Salamaik datang ke Kampung Sarugo, adinda. Baa kaba?”
Orang tua bernama Datuk Rajo yang ternyata ketua adat Kampung Sarugo menyapa saya dalam bahasa Minang. Seperti biasa, saya selalu dikira orang Minang. Saya pikir hanya terjadi saat saya di rumah makan padang saja—saya sering diajak ngobrol bahasa Minang oleh pelayannya, tapi ternyata terjadi juga di sini.
Datuk dan beberapa anak muda kemudian mengajak saya berkeliling kampung. “Karena atap gonjongnya banyak, jadilah dikatakan seribu,” begitu penjelasannya ketika saya bertanya asal usul nama Sarugo.
Rumah Gadang Sejak 100 Tahun Lalu

Sambil menanjak di jalan setapak yang masih alami, saya melihat sekeliling sambil mengagumi setiap rumah berbentuk rumah panggung yang masih berdiri dengan kokohnya.
Ternyata, rumah gadang ini dibangun sejak 100 tahun lalu, terbukti dengan adanya tulisan tahun “1920” di beberapa kuda-kuda atap rumah. Bahkan menurut Datuk Rajo, sebenarnya kampung ini sudah berdiri jauh sebelum itu, namun sempat habis karena ada bencana kebakaran.
Di tiap rumah ada setidaknya 5 atap tanduk (gonjong), yang menurut Datuk menandakan rukun haji. Namun ada pula yang mengatakan jumlah atap ini menandakan kedudukan pemilik rumah dalam struktur adat Minangkabau; makin banyak tanduk, makin tinggi tingkatannya.
Uniknya, rumah ini semuanya menghadap ke arah kiblat. Hal ini didasarkan pada “Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah” falsafah Minangkabau yang memang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka.
“Falsafahnya, kalau masyarakat ke luar rumah, mereka akan tetap ingat kiblat. Ingat untuk selalu menjalankan kewajiban solat,” tukas Datuk
Bisa Menginap di Sarugo
Datuk dan kini ditemani Richie, ketua Pokdarwis Kampung Sarugo, mengajak saya melihat salah satu homestay milik Mak Odang Nursafrida. Sebuah rumah gadang yang nyaman, yang masih asli dan asri. Salah satu kamarnya bisa disewa oleh wisatawan yang datang berkunjung.
Selain milik Mak Odang, ada 7 buah kamar homestay lain yang bisa disewa di sini dengan harga sekitar 120 ribu rupiah per orang. Wisatawan juga bisa minta dimasakkan makanan khas Minang dan mengikuti kegiatan berkebun warga.
Ya, ternyata, Sarugo ini terkenal sebagao penghasil Jeruk Siam Gunuang Omeh (Jesigo). Di sekeliling kampung terdapat perkebunan jeruk milik warga. Wisatawan yang menginap nantinya bisa ikut merasakan memetik jeruk dan langsung memakannya di kebun.
Satu lagi yang dapat dilakukan adalah berenang atau bermain air di sungai, bersama dengan anak-anak yang memang setiap hari bermain di sana.
Aktivitas yang terlihat sangat segar dan menggiurkan. Sayang, waktu saya di Kabupaten Lima Puluh Kota ini tak banyak.
***
Cara Menuju Sarugo
- Kampung Sarugo ini terletak di di Jorong Sungai Dadok, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Mas, Kabupaten Lima Puluh Kota. Dari ibukota kabupaten, saya butuh waktu 2 jam lebih , walaupun sebenarnya jarak yang harus ditempuh hanya sekitar 50 km. Lamanya perjalanan ini disebabkan jalanan yang menyempit dan rusak di beberapa bagian.
- Tak ada angkutan umum ke sini, wisatawan harus membawa kendaraan pribadi.
- Saat saya datang, tak ada sinyal di sana.
- Kalau ingin menginap, bisa hubungi Richie di nomer 0821-7024-1041


23 Comments
Endah Kurnia Wirawati
Jadi kebayang menginap seminggu di Kampung Sarugo kayaknya seru deh buat healing dan menyatu dengan penduduknya.
Btw, apakah mereka punya tradisi unik yang biasa dilakukan, misalnya saat lebaran atau tahun baru islam gitu, gak?
rahma ahmad
Ada, tapi bukan momen besar kayak IDul Fitri. Momen kecil kayak nikahan, khitanan, atau panen ada acaranya juga
Ani Berta
Suka kalau lbaca postingan traveling nya Mba Rahma soalnya suka anti mainstream tempatnya. Kampung Sarugo yang bikin aku penasaran dan pengin petik jeruk juga.
Salutnya di Bukittinggi gak ada Alfamart, Indomaret dan gak ada hal2 yang begitu saja diterima dari budaya luar. Jadi sangat orisinal. Kangen ke sana lagi dan pengin ke Sarugo ini. Randangnya pasti lebih enak ya Mba hihihi
rahma ahmad
Rendang di 50 kota dan Payakumbuh menurutku paling enak di antara kota lain Sumbar, Teh. Pas ke sana aku bawa pulang bumbunya sekilo 😀
Eka Fitriani larasati
menarik sekali ya, destinasi wisata yang bisa menjadi sarana liburan sekaligus berkontemplasi ini sih. sangat kentara dan terasa suasana ruhani nya bahkan dalam fasad bangunannya. Semoga suatu hari saya bisa mengunjungi kampung sarugo. Saya suka falsafah yang terkandung dalam rumah adatnya, pendeknya, kemanapun kita pergi jangan lupa shalat. wah!
rahma ahmad
Aamiin…sekalain roadtrip ke semua Sumbar, cakep banget Mbak
Myra
Begitu tau gak ada sinyal, saya langsung merasa kayaknya tentram banget di sana. Saya probadi juga agak menjauhkan dari hp ketika sedang traveling. Makanya asik juga kalau gak ada sinyal. Biar fokus menikmati travelingnya
Antung apriana
Saya jadi penasaran di rumah gadang ini Apakah hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tertentu di Sumatera Barat sana atau bisa dibangun oleh siapa saja?memang kalau bicara tentang Sumatera Barat atau Minangkabau itu pastinya ingatnya kita sama rumah gadang ya.
rahma ahmad
Bisa siapa aja kak, karena aslinya memang rumah tinggal biasa. Yang membedakannya adalah ukuran dan jumlah tanduk di atapnya. Makin besar dan makin banyak tanduknya, artinya makin tinggi kedudukannya.
akarui cha
Definisi destinasi hidden gem banget lokasinya Kampung Saugo ini. Saking kalau ke sini bisanya dengan kendaraan pribadi. Kalau sewa kendaraan dari pusat kota dan minta di antar dan jemput di waktu yang sudah ditentukan, bisa nggak ya? Sensasinya berasa paripurna karena sinyal pun terbatas di sana.
rahma ahmad
Kalau menginap di sana, kayaknya bisa kak sewa kendaraan minta antar jemput aja. Tapi kalau pp, mending ditungguin, susah nanti hubungi drivernya karena ga ada sinyal 😀
Dede Diaz
Sangat menarik dan otentik, salah satu keunikan dari rumah gadang yang belum semua orang tahu. Mudah-mudahan bisa kesampaian maen kesini
rahma ahmad
Aamiin….sekalian road trip dari Bukittinggi Kang…
Ophi Ziadah
Waah apadahal aku dah pernah ke Kabupaten lima puluh kota nih. Urusan kerjaan sih, memang hanya sempat kunjungan kerja ke Kantor Bupati dan DPRDnya aja. Duh kalau tahu ada Kampung Sarugo ini dibela2in deh spare waktu buat main dan setidaknya ambil poto. Seingat aku jalannya luar biasa berkelok2 ga sih mba ke sana, krn temennku sampai ada yang mabuk hahaha. Jadi gak lama di sana langsung balik ke Bukittinggi waktu itu
rahma ahmad
Iya, bener. lumayan jauh dan berkelok-kelok dari Bukittinggi. Enaknya nginep di Payakumbuh atau di 50 Kota jadi bisa jalan ke sini.
Aku juga taunya dari ibu Bupatinya, karena kebetulan kenal baik. Disuruhlah orangnya nganterin aku ke sana :D.
Heni Hikmayani Fauzia
indah banget melihat puluhan rumah gadang dari ketinggian. Benar² lokasi yang pas buat wisata budaya mengenal adat istiadat sumatera barat khususnya kampung Sarugo.
rahma ahmad
Ayoo kak ke sini juga
Lala (www.lalakitc.com)
Mba, aku pun mengira mba itu emang orang Minang. Rupanya banyak sekali yang mengira hal yang serupa nih. Sampe Ketua adat pun ngajakin mba ngobrol dengan bahasa mereka, masha Allah.
Aku tuh takjub melihat pemandangan di area kampung-sarugo, indah sekali dan rupanya rumah gadang bukan hanya sekadar bagus di pandang, melainkan kaya akan nilai-nilai luhur. Usianya ratusan tahun, masih kokoh sungguh keren sekali.
Terkait rute menuju lokasi, makasih sangat sudah di kasih gambaran detailnya. Semoga suatu hari bisa jelajah area kampung-sarugo juga nih aku.
rahma ahmad
Hahaha…berarti kamu orang ke 1050 yang bilang aku orang Minang.
Makasih udah mampir di sini dan baca tulisanku 😀
Andiyani Achmad
Masya Allah, Kampung Sarugo tuh kayak mesin waktu ya, bawa kita balik ke suasana Minangkabau yang masih utuh dan asri. Makasih Mba Rahma udah cerita, jadi pengen someday mampir dan ngerasain sendiri tinggal di rumah gadang.
rahma ahmad
Aamiin….mesti ke sini, sekalian main ke Lembah Harau
Fenni Bungsu
Semoga kedepannya, infrastruktur di sana bisa lebih baik sehingga memudahkan untuk siapa saja berkunjung ke Sarugo.
yo bana apik yo, cando surgo nan indah. ingin pulo awak singgah ke sana
rahma ahmad
Hahha…mau balas kalimat terakhir dalam basa urang awak, tapi indak bisa. 😀
(Salam dari Minang palsu)