Cerita Umrah Mandiri: Nangis Karena Sudais

Setidaknya sekali seumur hidup, rasakanlah syahdunya umrah di bulan Ramadhan. Percaya, kalian bakal ketagihan.

Selama ini saya mendengar cerita mengharukan tentang berbuka puasa di Masjidil Haram. Katanya semua orang berlomba-lomba memberikan makanan buat berbuka, bahkan ada yang sampai memaksa. Allah emang menjanjikan pahala besar bagi orang yang memberikan makanan kepada orang yang berbuka puasa. Apalagi ini di Masjidil Haram, pahalanya bisa berkali-kali lipat.

Tapi sekarang ini, agak berbeda. Pemerintah Saudi melarang orang-orang membagikan makanan berat di pelataran masjid; hanya makanan ringan seperti roti dan kurma yang boleh dibagikan di sana. Biar ga kotor dan berantakan sepertinya. Nah, sebagai gantinya, pemerintah membagikan takjil yang dibungkus rapi di kantong plastik bertanda khusus.

Isinya tergantung nasib, karena saya sering menerima yang berbeda. Tapi kebanyakan isinya berupa air mineral, kurma 3-5 buah, roti/pastry, yogurt plain, laban/susu, dan bubuk berwarna cokelat kemerahan yang katanya mesti dicampur dengan yogurt. Saya baru sadar bubuk ini adalah tambahan perasa yogurt setelah beberapa hari ada di sana. Awalnya saya kira, ini semacam bumbu untuk makan roti, seperti halnya bumbu makan buras ala Betawi.

Walaupun berbeda dengan dulu, buat saya suasananya tetap asyik dan menyenangkan banget. Apalagi di pelataran, alias di luar masjid.

Berkah, Dapat Banyak Makanan

Walaupun sudah ada takjil dari pemerintah, orang-orang tetap berupaya memanen pahala dengan membagi makanan. Selama berbuka ini saya kerap mendapat makanan dari tetangga kanan kiri. Ada yang membagi teh, kopi, manisan, roti, yoguhrt, bahkan ada yang memberi saya 1 kilogram kurma. Ya, satu kilo!

Pernah juga saya mendapatkan nasi biryani ayam saat sedang duduk di dekat KFC. Saat itu memang hanya saya yang belum membeli makanan. Rizky dan Firman, dua kawan saya lainnya sudah membelinya. Saat saya sedang mempertimbangkan makanan apa yang hendak saya beli, tiba-tiba orang yang duduk di meja sebelah memberi saya sekotak nasi biryani ayam.

Pernah juga saya dapat nasi saat sedang menuju salah satu restoran. Saat itu saya sedang haid sehingga saya tidak bisa solat magrib. Sepanjang perjalanan itu saya diberikan berbagai makanan yang beberapa hari ini saya cari: youghurt mangga, kurma muda, jeruk, dan nasi bukahri ayam yang terasa nikmat sekali.

Solat Witir Tanpa Aba-Aba

Selain buka puasa, hal lain yang membedakan umrah Ramadhan dengan umrah di bulan lain adalah solat Terawih. Walaupun ini bukan ibadah wajib, rasanya sayang kalau melewatkan terawh di sini. Apalagi kalau kebagian terawih di depan Kabah, wuuu rasanya susah diungkapkan dengan kata-kata.

Ternyata, sejak pandemi, solat terawih di Masjid Haram dan Nabawi diperpendek. Kalau dulu jumlah 23 (20 terawih dan 3 witir), sekarang berkurang hanya 13 (10 terawih dan 3 witir). Walaupun rakaatnya berkurang, panjang bacaan nggak berkurang. Karena ada target, dalam sehari harus habis satu jus.

Karena ini kali pertama saya terawih dan witir di Saudia, saya tak tahu kalau solat witir di sini tak ada aba-aba, seperti halnya di masjid dekat rumah saya. Tiba-tiba berdiri dan mulai begitu saja, menyambung dari solat terawih. Apalagi di tengah terawih ada pergantian imam dan solat jenazah, sehingga saya suka lupa jumlah rakaat yang sudah dikerjakan.

Di awal-awal, saya sering salah niat. Akhirnya saya bikin taktik baru agar tak salah niat; saya menunggu sampai imam memulai baca surah setelah Al Fatihah, karena kalau solat Witir, yang dibaca adalah surah-surah pendek dari Juz 30.

Qunut Panjang yang Bikin Nangis

Selain bacaan yang panjang, ternyata ada qunut di rakaat ketiga solat witir. Dan doa qunut ini panjaang sekali, jauh lebih panjang ketimbang bacaan surah setelah Al Fatihah. Tapi biarpun panjang dan lama, anehnya saya tak pernah merasa mengantuk sama sekali.

Padahal ya, doa qunut ini dibacakan dalam bahasa Arab yang tak sepenuhnya saya pahami. Walau pernah belajar bahasa Arab, saya hanya bisa mencerna sedikit. Sangat sedikit, malah. Tapi anehnya, walau tak mengerti artinya, syahdunya terasa sampai ke lubuk hati. Apalagi kalau yang mengimami itu Qudais, imam besar Al Haram. Bisa nangis tersedu-sedu semua orang di sana!

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!