Cerita Umrah Mandiri: Belanja Kalap di Kakiyah
“Kak, besok temenin gue yuk balik ke Kakiyah,” begitu yang diucapkan Rizky, kawan umrah saya. Sebelumnya, ia sudah ke sana, namun ternyata ada barang yang lupa ia beli.
“Siaap, gue temenin. Tapi gue ga beli apa-apa ya, ” jawab saya dengan yakin. Haqqul yaqin.
Kakiyah yang disebut Rizky adalah nama pasar grosir di pinggiran Kota Mekkah. Letaknya sekitar 9 km dari Masjid Haram dan lumayan jauh dari Hotel Ibis; kami harus menggunakan Careem untuk ke sana.
Pasar empat lantai ini sering dikunjungi para jamaah umrah dan haji asal Indonesia. Makanya, sebagian besar pedagang di sini mahir berbahasa Indonesia. Di sana sini terdengar teriakan, “ibu masuk,” “ini murah”, “mari lihat dulu”. Tawar menawar pun bisa menggunakan bahasa Indonesia, bahkan ada yang bisa berbahasa Jawa.
***
Begitu tahu kami berdua akan ke Kakiyah, yang lain juga mau ikut. Mau lihat-lihat aja karena penasaran ada apa di sana, begitu kata mereka semua. Tapi nyatanya kata-kata itu tidak terbukti, kami semua pulang dengan membawa berkantong-kantong barang belanjaan.
Yaa, Kakiyah memang bikin kalap. Barang-barangnya lumayan murah, asal jeli dan pintar menawarnya. Saya yang awalnya mau belanja di Madinah saja dan (katanya) hanya menemani Rizky di Kakiyah, malah terpengaruh belanja di sini. Saya beli dua lusin parfum, enam baju abaya untuk sekeluarga, dan enam sejadah untuk kawan-kawan saya. Dua barang terakhir akhirnya saya sesali, karena ternyata harga abaya dan sejadah di Madinah lebih murah ketimbang di Kaakiyah.
…
Masih Belanja di Madinah
Di Madinah, kami kalap belanja lagi. Salah satu yang kami beli adalah sajadah berukir nama dengan huruf Arab. Harganya sekitar 8-10 SAR, tergantung toko. Kawan-kawan saya juga membeli coklat kurma kiloan di toko di lantai 2 Grand Plaza Al Madinah, yang ternyata harganya jauuh lebih murah ketimbang membeli di Bin Dawood; selisihnya mencapai 40 SAR per kg.
Kalau di Kaakiyah toko-tokonya jadi satu, di Madinah toko tersebar di mana-mana. Hampir di setiap gedung ada toko yang menjual sajadah, parfum, kurma, dan berbagai oleh-oleh lainnya. Di Quba Front, jalur pedestrian antara Nabawi–Masjid Quba dan tempat kami tinggal, juga berderet toko-toko yang menjual oleh-oleh.
Sepertinya yaa… total belanjaan kami lebih mahal ketimbang bayar penginapan.
Ambil Uang di ATM Madinah
Karena kalap belanja, uang habis. Alhasil, beberapa dari kami harus mengambil uang tunai di ATM. Banyak ATM yang tersebar di Mekkah, namun saya menganjurkan mereka untuk mengambilnya di Madinah saja. Bukan apa-apa, antrian ATM di Mekkah selalu panjang, menyebabkan saya was-was, takut ada scam saat mengambilnya. Sementara di Madinah relatif lebih sepi dan tenang.
Jangan lupa, ada biaya administrasi untuk ATM. Biayanya mencakup biaya administrasi bank Indonesia sebesar 20.000-25.000 rupiah dan biaya adiministrasi bank lokal sana. Tapi katanya, bank di bawah ini nggak mengenakan administrasi.
One Comment
Pingback: