Menapaki Pedestrian Ramah Lingkungan di Gelora Bung Karno

Dua tahun lalu, sambil makan tempe mendoan di depan GBK, saya ngobrol dengan  kawan saya tentang rencana perbaikan kembali kompleks Gelora Bung Karno untuk menyambut Asian Games tahun 2018. Saat itu, ia belum mau memberi tahu detail soal konsep dan desainnya. Masih digodok katanya. Ia hanya membocorkan bahwa ini akan jadi karya anak bangsa yang hebat. Dua belas arsitek ternama Indonesia akan terlibat di dalamnya.

Dua tahun kemudian, tepat 100 hari menjelang Asian Games, ternyata saya diberi kesempatan menginjakkan kaki di GBK lagi. Bukan untuk makan tempe mendoan karena tukang tempe mendoannya sudah tidak ada (hiks….). Bukan juga untuk nonton bola seperti para Jack Mania. Saya datang diajak Holcim Indonesia untuk mengintip beberapa sudut GBK yang ternyata sudah 93% siap menjadi tuan rumah di ajang Asian Games 2018.


Intipan saya dimulai dari ruang Royal Box dekat pintu kuning. Dari area yang biasanya diduduki tamu kehormatan saat menonton pertandingan ini, saya bisa melihat stadion GBK sudah berubah. Dulu, saya pernah menonton pertandingan Indonesia lawan Thailand di sini, dan yang saya lihat adalah stadion yang kesannya kusam (karena warna catnya cokelat), kotor, gelap, dan kuno. Dan kini, stadion GBK sudah disulap oleh hingga terlihat lebih terang, bersih, dan modern.  Saya juga menjajal kamar mandinya, bolak-balik di hall-nya, dan merasa nyaman.

DSCF4828.JPG
Deratan kursi lipat berwarna merah-putih membentuk konvigurasi yang indah.

DSCF4885.JPG

Bagian luar dan strukturnya tetap dipertahankan, hanya dipercantik dengen beberapa sentuhan detail dan diperindah dengan permainan lampu LED di waktu malam. Selain untuk menghemat biaya, ini juga disebabkan karena beberapa bangunan di kompleks Gelora Bung Karno ini merupakan bangunan cagar budaya yang tak bisa diubah seenak-enaknya. Yap, baru tahu saya kalau ternyata GBK yang dibangun 62 tahun lalu ini termasuk cagar budaya yang dilindungi oleh Peraturan Gubernur. Hanya beberapa bangunan saja–seperti area softball–yang bukan cagar budaya sehingga bisa diubah bentuk bangunannya.


Menurut Dedi Wahjudi, arsitek dari IAI yang ikut membangun GBK ini, pemerintah berusaha menjadikan kompleks GBK ini bukan hanya sebagai tempat olahraga, tapi juga sebagai sarana entertaiment yang ramah terhadap publik dan tidak terkesan eksklusif. Artinya, area di GBK (selain yang privat yaa) bisa diakses dengan mudah oleh orang umum, juga bisa dipakai untuk kegiatan olahraga seperti jogging atau jalan-jalan cantik di sore hari. Makanya, beberapa pagar yang melingkupi area stadion dihilangkan dan kemudian pedestriannya diperbanyak supaya orang nyaman berkegiatan di sini.

Nah, ngomong-ngomong soal pedestrian, hari itu saya juga diajak untuk melihat salah satu pedestrian dan taman yang ada di dekat stadion. Pedestrian yang saya jajal ini dibuat dari beton yang ramah lingkungan Thru Crete, yang bisa meresapkan air ke dalam tanah.

DSCF4874.JPG
Pedestrian di depan stadion GBK yang menggunakan Thru Crete Holcim

Beton berpori Thru Crete ini merupakan produk Holcim Indonesia. Saya cukup lama kenal dengan beberapa produk Holcim ini sehingga sangat antusias ketika diajak melihat beton ini. Beton kan identik dengan kekuatan dan kekedapan terhadap air, masa sih bisa dilewati air?

Ternyata benar. Pedestrian yang sekilas tampak sama dengan pedestrian umumnya ini bisa meresapkan air. lho.  Demo singkat yang dilakukan oleh Holcim Indonesia memperlihatkan bahwa air dari derigen super besar yang dituangkan ke pedestrian langsung diresapkan oleh beton ke dalam tanah dalam hitungan menit. Dan bahkan karena efek kapilernya, yang meresapkan air bukan hanya area di bawahnya saja, tapi juga area sekitarnya. Ini terlihat saat permukaan area sekelilingnya juga ikutan basah.  Dan ga ada sama sekali air yang menggenang di atasnya!

Karena bisa menyerap air, otomatis beban saluran pembuangan jadi berkurang. Sehingga kalau hujan lagi deras-derasnya, air di saluran pembuangan ga meluap ke mana-mana. Keren ini…

DSCF4855.JPG
Demo Thru Crete Holcim. Air itu dalam hitungan menit langsung meresap ke dalam beton, lho.
DSCF4859.JPG
Basah karena airnya langsung meresap ke dalam tanah, dan ga ada genangan.

Oiya, menurut penjelasan dari Holcim, beton Thru Crete ini bisa meresapkan air sebanyak 80-300 liter per meter persegi per menit. Selain bisa dilewati orang, beton berpori ini diklaim bisa dilalui beban kendaraan seberat 10 ton. Bisa nih buat garasi rumah saya, biar saya ga mesti nyerok-nyerok air kalau hujannya lebat banget.

Ternyata, selain di GBK ini,  beberapa ruang publik di Indonesia sudah menggunakan Thru Crete juga. Contohnya saja pedestrian di Mahakam, Barito, Sawah Besar, dan Istiqlal. Saya padahal pernah lewat sini, tapi nggak ngeh ya…. Selain itu, Thru Crete Holcim ini juga sudah digunakan di bahu area taxiway landasan pacu bandara Juanda, Surabaya. Oke, besok kalau ke Surabaya, saya intip!


Selesai melihat demo Thru Crete, saya diajak kembali ke stadion. Kali ini ke dalam GBK langsung. Yippi….langsung foto-foto narsis sana-sini.

gbk.jpg
Kegirangan bisa lompat-lompat di sini

Saya pernah menonton pertandingan di beberapa stadion di luar negeri, dan saya bangga karena Indonesia punya stadion dan kompleks olahraga seperti ini. Benar kata kawan saya tadi, kalau kompleks GBK ini akan jadi karya besar anak bangsa. Dan sudah seharusnya lah kita menjaganya agar tetap bersih dan indah, ga cuma buat Asian Games aja, tapi buat selamanya! (ADV)

 

 

8 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!