Di Bandara India, Saya Mesti Buka Payung!

Ribetnya India bukan hanya ketika memesan tiket kereta. Di bandara, pemeriksaannya berlapis-lapis dan unik. Hal yang tak pernah saya temukan di bandara manapun, termasuk bandara di negara-negara Eropa.

Dari Sikkim menuju Kolkata, saya dan kawan saya mau tak mau menggunakan pesawat terbang demi menghemat waktu cuti kami yang memang tak banyak. Kami memilih maskapai Air India, maskapai nasional India. Bukannya sok nasionalis (ala India), sebenarnya kami mau mencoba maskapai lain, yang sepertinya lebih bagus dan masih gress, yakni Jet Airways dan Indigo. Namun jadwal dan harganya tak matching (baca: mahaaal).

Dari Sikkim, kami naik Jeep lagi menuju Bagdogra, kota terdekat Sikkim yang punya bandara. Bandaranya kecil, mirip bandara di kota-kota kecil di Indonesia. Warnanya cokelat abu-abu, sedikit panas karena tak banyak AC di sana, dan hanya punya satu restoran.

Bagdogra-airport-1200x7991
Sumber:  http://1001things.org/

Kami masing-masing membawa satu carrier dan tas tambahan untuk dimasukkan bagasi. Tas carrier kami, yang tak masuk bagasi, mesti dicek lalu diberi label yang tak boleh kami hilangkan. Kata si bapak petugas yang galak, kalau hilang, tas saya tak bisa masuk pesawat.

Setelah check-in kelar, kami segera masuk ke ruang tunggu sebab tak ada yang bisa kami kerjakan di bandara kecil ini. Sebelum masuk, paspor dan tiket kami diperiksa oleh bapak tua berkumis, berbaju safari cokelat, yang duduk di kursi. Di sampingnya, ada tentara bersenjata. Rupanya, bandara ini milik angkatan bersenjata India. Mirip pangkalan di Malang yang dimiliki AU rupanya.

Selepas pemeriksaan ini, tas carrier kami diperiksa di mesin x-ray. Seperti seharusnya, semua barang bawaan kami diperiksa di sini. Tas dengan bawaan yang tak sesuai dengan ketentuan, atau dicurigai membawa barang aneh-aneh, akan diminta dibuka. Tas saya termasuk kategori ini.

Saya pikir, barang bawaan saya yang diminta dibuka adalah air minum, karena memang saya membawa botol minum yang airnya masih tersisa setengah. Saya sudah siap-siap membuang isinya, tapi tapi ternyata bukan itu yang dicari si petugas. Barang bawaan saya yang mereka ingin lihat adalah payung. Ya, payung lipat yang selalu saya bawa ke mana-mana. Payung cokelat yang saya beli di Jatinegara dengan harga dua puluh ribu rupiah! Air minum saya (yang tersisa hampir 3/4 botol) malah lolos sensor, aman-aman saja.

Di depan orang banyak, mereka meminta saya mengeluarkan payung dari dalam tas, lalu membukanya.  Berasa jadi Sarimin yang pergi ke pasar…

Wanita India di sebelah saya malah lebih parah. Dia membawa chandelier, lampu hias ala Eropa yang ada gantungan berlian imitasinya itu. Lampu itu sudah terkemas dengan apiknya, di dalam sebuah bubble wrap, lalu sudah masuk kardus yang tertutup dengan lakban. Dan you know what….dia diminta mencopot satu persatu bagian lampu itu. Kebayang dong repotnya!

Kawan saya tak kalah sibuknya. Dia yang ada di jalur pria ternyata diminta membuka tas kameranya. Kamera yang ia bawa memang kamera DSLR, sementara kamera mirrrorless saya bentuknya lebih kecil sehingga lolos dari pemeriksaan.

Keribetan tak berhenti di situ. Setelah pemeriksaan barang, ada pemeriksaan badan dengan menggunakan x-ray dan tangan. Untungnya, untuk wanita, pemeriksaan dilakukan di ruang tertutup. Selesai diperiksa, petugas akan memberi cap pada kertas, yang kemudian mesti diselipkan di paspor. Kertas ini kemudian harus diserahkan ke petugas selanjutnya yang berdiri di ujung pemeriksaan. Kawan saya lupa membawa serta paspornya. Alhasil, saya harus lari-lari mencari paspor dia di antara tas-tas, lalu menerobos antrian pria sambil cengar-cengir.

Selesai? Belum.

Menjelang masuk ke pesawat, akan ada 2 lapis petugas lagi. Petugas pertama akan memeriksa tiket dan paspor (lagi…), petugas kedua (yang ada di pintu menuju landasan) akan memeriksa tiket, paspor, dan label tas carrier kami.

Coba hitung. Berapa lapis pemeriksaan di sana, berapa banyak petugas yang dibutuhkan. Awalnya kami mengira, ketatnya pemeriksaan ini karena kami berada di bandara milik angkatan bersenjata. Ternyata, kami mengalami hal serupa di bandara Kolkata, bandara internasional yang cukup besar. Akhirnya kami bersepakat, ini mungkin karena India punya terlalu banyak penduduk, sehingga agar menyerap banyak pekerja, pemeriksaan dibuat berlapis-lapis.

Ga ada duanya deh India ini. Unik!

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!