India Trip: Begini Ternyata Kereta India!

Stasiun yang padat, kereta biru yang kuno, kompartemen berwarna biru menyala, lorong yang penuh orang mengobrol, restoran yang eksotis, dan pemandangan indah dari jendela; berganti dari padang tandus hingga pegunungan himalaya.

Inilah wujud kereta malam India yang tergambar di film Darjeeling Limited besutan sutradara nyeleneh Wes Anderson. Gambaran yang melekat erat di benak saya, yang akhirnya membawa saya ke sana.

Jakarta-KL-Kolkata-Darjeeling-Sikkim-Bagdogra-Kolkata-KL-Jakarta. Beginilah rute perjalanan yang harus saya dan kawan saya tempuh. Panjang memang, tapi hanya itu cara untuk mencapai Sikkim. Tak ada penerbangan langsung dari Jakarta maupun Kuala Lumpur.

Awalnya, kami merencanakan langsung terbang ke Sikkim dengan menggunakan maskapai lokal: Air India, Jet Air, Indigo, atau apapun yang murah. Namun harga yang tiba-tiba membubung tinggi membuat kami urung. Salah seorang teman saya yang berkali-kali ke India menyarankan cara lain: naik kereta. Asyiiik…!!

Baca Juga: India Trip: Welcome to India

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/50/Dhaki_Bazaar_-_Sealdah_Railway_Station_-_Kolkata_2011-10-03_030245.JPG
Bagian depan Stasiun Saeldah

Stasiun yang Riweh dan Luas

Stasiun Saeldah adalah tempat kereta Darjeeling Mail yang saya naiki akan bertolak. Dari depan, tampak sudah keriwuhan stasiun berwarna hijau-putih-oranye itu. Seng-seng yang menutupi area pembangunan subway yang menimbulkan debu, serta sampah yang mengunung di sisi kiri stasiun, jadi penyambut kami. Belum lagi belasan gelandangan dan pengemis yang tidur dengan santainya di lantai stasiun yang kotor.

Kami bingung. Tak ada petugas informasi yang bisa ditanyai. Yang ada di kotak informasi di depan stasiun hanya bapak-bapak bertubuh gempal yang sepertinya hanya numpang menunggu di sana. Untung, bapak itu mengerti di mana letak kereta kami. “Nine A or B”, katanya. Saya langsung takjub. Peronnya sampai sembilan? Luar biasa!

Kami bergegas ke peron yang disebutkan, setelah sebelumnya tentu saja tersasar ke peron sebelahnya. Di tengah lautan manusia bersari yang hilir mudik, atau duduk menunggu kereta datang, kami kembali bingung. Naek gerbong yang mana? Sms yang menyatakan tiket kami confirmed memang sudah di tangan, tapi nomer gerbong dan tempat duduk belum kami ketahui.

https://c1.staticflickr.com/4/3094/2335354695_b4d838e1b3_b.jpg
Suasana di peron. Sumber: flickr.com

Dari beberapa blog yang saya baca, untuk mengetahui tempat duduk, kami harus membacanya di papan pengumuman yang ada di peron. Kami mencari papan itu seperti anak smp mencari pengumuman kelulusan. Ternyata, peraturannya sudah berubah. Tak perlu lagi mencari nama di peron seperti mencari nama di pengumuman kelulusan. Kami hanya perlu menanyakannya ke loket inquiry yang ada di sisi kiri stasiun. Ufff….

“Train H-1, berth B,” kata si bapak petugas loket inquiry. “B or G?” tanya saya lagi karena tulisan yang tertera di kertas yang ia berikan tak seperti B. “B”, katanya dengan yakin.


Peronnya Panjaaaang

Kami kembali lagi ke peron 9A. Bukan pekerjaan mudah, karena peron di sini begitu panjangnya. Ya, tak seperti peron di Jakarta, peron Saeldah ini sangat panjang, dua kali panjang dibanding stasiun jakarta kota. Panjang yang luar biasa ini sepertinya untuk mengakomodir keretanya yang juga panjang.

Berbeda dengan bagian depan stasiun, bagian peron tak sepenuh yang saya bayangkan. Awalnya saya pikir, peron di sini akan lebih penuh dari peron stasiun tanah abang saat kereta telat: sesak dan semuanya berdiri dengan rapat. Mungkin karena kereta kami belum datang.

Saya hanya melihat para pekerja yang sibuk mengatur tumpukan kardus barang yang akan dikirimkan via kereta. Ada juga penumpang-penumpang yang sudah duduk menunggu, di bangku, di lantai; yang walaupun tak banyak, tak menyisakan tempat duduk untuk kami.

http://www.traveldias.com/wp-content/uploads/2017/03/Flickriver.jpg

Sambil berjalan mencari tempat duduk kosong, kami mengintip kereta lain di peron 9B. Kereta yang juga berwarna biru dan sangaaat panjang. Tiga gerbong pertama adalah gerbong barang; pantas saja banyak kardus di peron. Beberapa gerbong selanjutnya adalah gerbong kelas dua. Bangku-bangku keras berwarna biru berhadap-hadapan yang agak kotor terlihat di sana.

Lima gerbong selanjutnya adalah sleeper. Awalnya kami mau membeli ini, karena kami mengira inilah yang kami cari. Tapi setelah melihat harganya yang kelewat murah (75ribu saja), saya jadi curiga. Saya segera mencari gambar gerbong ini. Untung saja kami tak jadi menggunakan ini. Gerbong sleeper tampak tak terawat, dengan bangku biru panjang bertingkat-tingkat. Padat. Tak ada pembatas antara tempat tidur tersebut. Saya sebenarnya tipe yang cuek, tapi rasanya saya tak akan bisa tidur di sana. ;((

Saya lupa gerbong apa selanjutnya karena kawan saya sudah menemukan tempat untuk duduk. Yang jelas, masih banyak lagi gerbong yang tersisa di belakang sana.


Kereta Legendaris Langganan Pejabat

Sepuluh menit sebelum pukul 22.00, Darjeeling Mail, kereta yang akan kami naiki, datang. Kereta ini katanya adalah kereta legendaris yang telah ada sejak zaman pendudukan Inggris. Kereta ini konon digunakan oleh para tamu VIP dan pejabat. Pantas saja, Wes Anderson menjadikan kereta ini sebagai bagian dari setting filmnya.

Gerbong first class AC ini hanya ada satu. Begitu masuk, ada lorong panjang berwarna putih  gading, selebar satu orang. Di kanannya ada 8 pintu kompartemen yang tertutup rapat.Kami bergegas masuk ke kompartemen kami, kompartemen B, seperti yang dikatakan bapak di loket inquiry tadi.

IMG-20150503-WA0010
Mejeng di depan kereta.

Begitu membuka pintu kompartemen B, saya jadi kembali teringat film Darjeeling Limited. Beda ternyata. Yang nyata ini lebih modern, tak eksotis seperti di film. Ada 4 buah tempat tidur berwarna merah di sana. Bertingkat dua, saling berhadapan. Di tengahnya ada sebuah meja.Di sisi kiri dekat pintu, ada lemari kecil untuk menggantung baju. Nyaman dan bersih.

Tak ada AC di dalam kompartemen, walaupun kami membeli tiket AC first class, yang sejatinya didinginkan oleh AC. Hanya ada 2 buah kipas angin yang menyala dengan kencangnya.

DSCF3653
Bagian dalam kompartemen. Senderan kursi di berth bawah bisa dibuka dan dijadikan tempat tidur.

“Yah, 4 berth ya ternyata. Gw pikir dua, jadi gw pesennya upper ama lower,” tukas saya kepada kawan saya.

Lower berth alias tempat tidur di bawah memang lebih nyaman, lebih lebar dan tak terlalu dekat dengan kipas angin. Mengatur barang juga jadi mudah. Senderan kursi di berth bawah juga bisa dibuka dan dijadikan tempat tidur.

Ketulis di tiket ga, kalau enggak cuek aja ambil yang lower dua2nya,” jawab teman saya.

“Oke lah,” kata saya sambil nyengir lebar “Pura-pura bego aja, ga ngerti. Kali aja penumpang sebelah kita ga sadar kalau tempatnya kita ambil.”


Kami sudah mengatur barang kami, ketika seorang bapak setengah baya berwajah gelap berkemeja putih masuk. Dia duduk dengan cueknya di sebelah saya. Dia diam sambil membaca koran, tak bergeser hingga waktu lama. Saya melirik kawan saya, dengan tatapan yang berarti “keknya dia sadar nih ama tiketnya. Ga mau geser.”

Tapi kami tak kalah cueknya. Pura2 sibuk merapikan ini itu, hingga 5 menit kemudian datang 3 orang yang mengaku memiliki kompartemen itu. Petugas pun memeriksa tulisan tangan bapak inquiry yang diberikan pada saya di loket dan bilang. “This is G, not B.”

Sial, saya salah. Mesti rapi2 barang lagi, deh. Sebelum keluar saya sempat melihat bapak tadi, sedang tertawa lebar penuh kemenangan. Hmm…

Ternyata kompartemen G masih kosong. Kami kegirangan, apalagi waktu kereta berangkat. Yes, satu kompartemen cuma diisi dua orang. Kami sudah memanjatkan syukur, merapikan barang, melapisi kursi dengan seprai, bahkan sudah bersiap tidur dan memakai selimut.

Tapi tiba-tiba, petugas masuk dan berkata ke kawan saya, “you, up. Next stasiun, two passengers will come. They bought up and lower. Like you”

Yaaah….gagal deh dapet seisi kompartemen.


Di film Darjeeling Limited, pemandangan yang ada di balik jendela sangat indah. Itu sebabnya saya bertekad, di pagi hari, saya mesti bangun dan melongok ke luar jendela. Tapi ternyata, saya tidur dengan pulasnya, dan baru bangun ketika mendengar suara dalam bahasa India yang lumayan berisik. Pasangan di sebelah ternyata ribut soal chargeran hape yang tak mau menyala.

Huh, saya langsung keluar kompartemen. Ingin cuci muka rencananya. Kaget saya, ketika melihat di lorong dekat toilet ada beberapa orang yang berdiri, menggosok gigi sambil berdiri dan membawa gelas untuk kumur-kumur. Ada juga yang membuka pintu kereta dan sikat gigi di depan pintunya. Saya, yang terbiasa menyikat gigi di westafel atau di kamar mandi, jadi kaget. Rupanya orang sini bisa sikat gigi di mana saja!

Aha, saya ada di kereta India.

Baca Juga: Menyesap Teh di Puncak Darjeeling

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!