Pelesiran Bangkok-Chiang Mai-Chiang Rai (part 6): Doi Suthep yang Tenggelam oleh Hujan

Chiang Mai terbagi menjadi dua area: kota lama dan kota baru. Kota lama Chiang Mai dibangun sekitar 1296M oleh Lanna Kingdom, kerajaan Budha yang pernah mengusai wilayah Burma (Myanmar), Kamboja, dan Thailand. Kota lama ini menjadi tujuan utama para turis karena di sinilah kita dapat melihat kehidupan asli Chiang Mai: belasan temple (wat), pasar-pasar, banyak hal menarik lainnya.

Tak sulit membedakan kota lama dengan kota baru. Pembatasnya adalah sebuah tembok besar terbuat dari batu bata, yang memang sudah ada dari dulu kala. Kalau dilihat di peta akan terlihat kalau kota lama ini berbentuk segi empat, dan berada tepat di tengah kota Chiang Mai.

Karena pembatasnya adalah sebuah tembok, orang-orang kerap menyebut kota lama ini sebagai “inside the wall area” dan kota barunya sebagai “outside the wall area.”

******

Sebenarnya, saya lebih tertarik untuk mengitari kota lama ini. Namun, kawan-kawan saya lebih ingin melihat Wat Phra That Doi Suthep, kuil yang terletak di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut.

Kuil ini terletak 1,9km di luar kota Chiang Mai. Banyak tur yang menawarkan paket tur ke sana dengan harga 400-500bath. Keliatannya murah, tapi sebenarnya, tak perlu menggunakan tur karena cara menuju ke sana sangatlah mudah.

Dari jalan raya (di luar wall), kami menyetop songthaew yang lewat. Ini tip dari Dave. Katanya, jangan cari songthaew yang mangkal di dekat pusat turis karena harganya akan lebih mahal. Kami menurutinya, dan menyetop red taxi yang kosong di dekat pasar. Sang supir meminta bayaran 50bath/orang. Untungnya, kami berlima sehingga tak perlu mencari orang lagi. Jika berpergian sendirian, kita harus mencari teman karena supir tak akan mau mengangkut penumpang kalau jumlahnya hanya sedikit.

Doi Suthep sendiri sebenarnya sebuah kawasan di bukitan di utara Chiang Mai. Di sana ada beberapa tempat wisata, namun yang paling terkenal adalah Wat Phra That Doi Suthep. Konon, wat ini dibangun karena mimpi seorang biksu. Di mimpinya, Tuhan meminta biksu mencari sebuah relic yang berisi sebuah tulang yang konon adalah bagian dari bahu Budha. Mendengar hal ini, raja dari Kerajaan Lanna meminta tulang ini dibawa kepadanya. Namun di tengah jalan, tulang itu terbelah menjadi dua. Salah satu bagian (yang lebih besar) ditaruh sebagai hiasan di gajah milik kerajaan, yang kemudian dilepas ke hutan. Gajah ini mendaki Doi Suthep dan kemudian mati. Nah, di tempat si gajah mati inilah didirikan sebuah kuil.

Menurut kawan saya yang pernah ke sini, temple ini sangat indah. Saya percaya saja, apalagi foto-foto yang saya lihat di internet seakan mengiyakan pendapat teman saya itu.

Tapi ternyata, foto selalu lebih indah dari aslinya. Menurut saya, kuil ini biasa saja. Bukannya jelek, tapi ya itu, biasa saja. Mungkin ini karena ekspektasi saya terlalu tinggi. Mungkin karena saya sudah melihat belasan kuil yang lebih indah sebelumnya. Atau mungkin juga karena saat itu hujan turun dengan lebatnya, menutup keindahan yang seharusnya terlihat oleh saya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!