Wisata ke Macau: Masuk ke Markas TKW

dikira-meninggal-tkw-pulang-lumpuh-tak-digaji-selama-10-tahun

Di Macau, saya bertemu dengan seorang TKW asal Malang bernama Desi (karena saya harus merahasiakan namanya, ini bukan nama sebenarnya). Saya bertemu dengannya di lorong Venetian Hotel. Ia duluan yang menegur saya dan rombongan, karena mendengar kami berbicara bahasa Indonesia. (note: waktu itu, yang jumlah orang Indonesia yang menginap di sini masih sangat sedikit).

Desi ini sudah tinggal 10 tahun di negeri orang. Mendengar pengalamannya membuat saya berdecak kagum. Berat sekali ternyata perjuangan dia untuk bertahan hidup. Menurut ceritanya, dia pernah harus kabur dari agennya karena gajinya dipotong 7 bulan penuh, lalu sembunyi di sebuah rumah sakit untuk menghindari kejaran. Ia juga memalsukan dokumen agar tak mudah ditemukan agen yang lama, mengganti nama dengan nama yang mirip nama lokal, dan berganti-ganti pekerjaan sampai akhirnya menemukan yang tepat di Macau.

Walaupun tidak tamat SD, Desi ini juga berjiwa usaha loh. Dia kini menjadi semacam agen yang menampung para TKI dari Hongkong yang kehabisan visa. FYI, untuk mendapatkan visa baru, TKW mesti keluar dulu dari Hongkong. Nah, Desi menyediakan jasa untuk menampung para TKW itu.

Saya pun tak menolak ketika diajak ke tempat tinggalnya, yang sering ia sebut “kos”, yang berada di daerah yang cukup kumuh (untuk ukuran Macau). Ternyata di sini banyak agen sejenis Desi.

Kosnya itu terdiri dari 3 kamar (2 kamar plus ruang tamu sebenarnya), sebuah kamar mandi dan sebuah dapur kecil. Setiap kamar punya 2-3 tempat tidur tingkat, serta dua buah kasur di lantai. Kalau sedang penuh, satu kasur bisa diisi 1-2 orang!

Yang saya kagum, di sini ternyata ada laptop canggih lengkap dengan jaringan internet. Wah…ternyata, para TKW itu melek teknologi juga. Setiap malam mereka menghabiskan waktu untuk ceting, membuka website liputan6.com untuk tahu berita di kampungnya, ataupun meng-add teman lewat friendster. Ck..ck..ck..

Bersama Desi, dan beberapa temannya, saya diajak keliling “kampung”nya Macau, melihat sisi lain Macau. Sayangnya karena saya tak berani mengeluarkan kamera, saya tak memfoto apapun di sana. Saya juga sudah berjanji tak mempublikasikan foto dan tempat tinggal Desi di sini, yang sempat saya abadikan dengan kamera saya.

Tapi, karena Desi, saya jadi lihat kehidupan TKW Indonesia sebenarnya. Desi ini, dalam sebulan bisa mengirimkan uang ke ibunya di kampung sekitar 7-10 juta. Uang itu merupakan uang pendapatannya dari tempat kerjanya dan kos-kosannya, dan sudah dikurangi ongkos dan kebutuhannya sehari-hari. Dia memang berusaha sehemat mungkin.

Namun tak semua TKI sehemat Desi. Menurut cerita Desi dan kawan-kawannya yang sempat ngobrol dengan saya, banyak TKI dan TKW yang terjebak kehidupan glamor di HK dan Macau. Mereka senang pesta, mabuk-mabukan, atau menghabiskan uang di meja judi. Bahkan, ada beberapa yang terlibat hutang karena judi, sehingga terpaksa kerja rodi untuk menutup utangnya itu. Saya sempat diajak ke salah satu kasino kelas bawah, dan memang benar, di sana banyak TKW dan TKI yang sedang bermain judi.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!