Wisata ke Macau: Berkeliling Coloane
Macau terdiri dari 3 pulau, yakni pulau Macau, Taipa dan Coloane. Antara pulau Taipa dan Coloane, dulu terdapat semacam selat kecil. Oleh Sands Group, pulau tersebut diurug, dan dijadikan lahan untuk hotel, dsb. Lahan urugan itu dikenal dengan nama Cotai Strip (singkatan dari Coloane-Taipa). Nah, Venetian berada di cotai strip ini, airport berada di Taipa, sedangkan Ferry Macau Terminal berada di Macau. Luas Macau? Hmm..rasanya sama dengan luas kecamatan Mampang 😀
Nah, hari ini saya diajak PR Venetian Hotel menyusuri area Coloane. Yang pertama saya datangi adalah Museu da Historia da Taipa e Coloane alias Museum Sejarah Taipa dan Coloane. Sesuai namanya, Museum ini terletak di pulau Taipa. Museum ini dulunya rumah tinggal, dan sampai sekarang bangunannya masih asli.
Menurut saya, bangunannya menarik sekali. Bergaya Eropa, berwarna hijau pastel. Di setiap bangunan ada teras, dan dipagar terasnya diletakkan boks berisi bunga-bunga. Kalau tak diteriaki si guide, saya pasti bakal berlama-lama di sini. (Ini nih nggak enaknya pakai travel)
Oya, ada 3 bangunan di sini yang isinya berbeda-beda. Bangunan pertama isinya sejarah Taipa. Bangunan kedua isinya contoh tipikal rumah tinggal Taipa zaman dulu. Katanya, tata letak dan furniturnya masih asli, loh.
A Ma Cultural Village
Awalnya saya akan mengunjungi A Ma Temple di kota Macau. Namun, menurut sang guide, A Ma Temple ini kurang bagus, kotor dan biasa aja. Akhirnya saya dibawa ke A Ma Cultural Village, yang ada  di Coloane (di atas bukit).
Alkisah, A-Ma (dikenal juga dengan nama Tin Hiau) adalah seorang gadis miskin yang lahir di keluarga nelayan. Dari kecil ia memang memiliki kekuatan suci. Konon, ia selalu berdiri di tepi pantai dengan menggunakan baju merah untuk memandu kapal-kapal nelayan agar selamat dalam cuaca yang buruk. Suatu hari, badai yang sangat dahsyat meluluhlantakkan kapal yang ditumpangi oleh kakak dan ayahnya. A-Ma bersemedi dan secara ajaib ayahnya selamat. Sejak itu, ia dipercaya sebagai dewa yang dapat melindungi para nelayan dari badai.
Dewa A-Ma ini dipercaya oleh nelayan-nelayan di berbagai belahan dunia, termasuk di Makau. Untuk menghormati A-Ma, di abad ke-16 nelayan Makau membuat sebuah klenteng pemujaan. Dan di tahun 2001 kemaren, di atas pegunungan setinggi 170 m di atas permukaan laut, dibangun sebuah Pusat Kebudayaan A-Ma (A-Ma Cultural Village). Pusat kebudayaan seluas 7000 m2 ini terdiri atas sebuah istana, perpustakaan, toko dan pusat pembelajaraan bagi para biksu. Bentuk bangunannya rada mirip dengan klenteng Sam Po Kong di Semarang.
Tak jauh dari sini juga terdapat patung A-Ma setinggi 19,99 m yang kabarnya dapat dilihat dari Laut China Selatan.
Oya, A-Ma Temple yang ada di pulau Macau relatif lebih mudah dicapai, bisa dengan bus, taksi atau becak. Sedangkan A-Ma Village ini jauh dan ada di atas bukit, sehingga kendaraan ke sana agak sulit. Taksi hanya mau mengantar sampai kaki bukit, sedangkan bus yang mengantar sampai atas jarang sekali. Saya bertemu dengan 3 orang ibu-ibu dari Phipina, yang sudah menunggu bus selama ½ jam, dan akhirnya menumpang di mobil saya.
Coloane Village
Di ujung kiri bawah pulau Coloane terdapat satu objek wisata lagi: Coloane Village. Kalau ingin melihat kampungnya orang Macau (khususnya orang Coloane) di sinilah tempatnya. Rumah-rumah di sini mungil-mungil, namun penuh dengan bunga. Seneng banget saya melihatnya. Di tengah-tengah coloane village ini terdapat semacam taman kecil yang nyaman.
Tak jauh dari Coloane Village terdapat Chapel of St. Francis Xavier. Ceruk untuk altarnya berwarna biru muda, sehingga dari jauh keliatan seperti laut. Di kanan kiri gereja terdapat semacam arcade (selasar) yang isinya berbagai makanan murah ala Macau.
Oiya, pas ke sini sebenarnya saya bareng dengan kru TV dari Thailand plus host-nya yang lumayan ganteng (malah menurut saya, dia orang Thailand terganteng yang saya pernah lihat). Orang ini sepertinya cukup terkenal di sana, pasalnya ketika bertemu dengan segerombolan gadis Thailand, para gadis itu berteriak heboh. Mungkin di sini sama seperti Dude Herlino kali ya..
Walaupun ganteng, kelakuannya itu loh… Selain terlihat sombong (tapi belakangan baru saya tahu karena dia ternyata karena dia tak bisa bahasa Inggris sama sekali), di setiap kesempatan dia tak lupa mengoleskan bibirnya dengan pelembab bibir berwarna merah muda (ini mungkin tuntutan peran). Dan yang paling bikin saya senewen, saat nonton pertunjukan ZAIA di samping saya, dia tak henti-hentinya menggigit kuku, merapikan rambut, atau merapikan jasnya. Aduhh..
Egg Tart yang Melegenda
Kue ini termasuk kue favorit saya selama berada di Macau. Di Senando Square banyak juga yang menjual ini seharga 5-7 HK$, tapi menurut orang hotel, toko Lord Stow’s Bakery di dekat Coloane Village lah yang asli dan paling populer. Di sini, egg tart nya lebih besar dan harganya sekitar HK$ 8 per buah. Tapi memang, rasa eggtart di sini lebih enak dibanding di Senando Square.
Eggtart ini ternyata tahan lama juga ya. Karena tak habis (dan teman-teman saya lainnya tak ada yang suka), saya menyimpannya di hotel, tidak di dalam kulkas. Dua hari kemudian, saya makan, ternyata rasanya masih enak (kalau yang ini tidak saya rekomendasikan untuk ditiru, karena bagi saya eggtart dalam kondisi apapun rasanya selalu enak).
Kalau ingin membawa eggtart untuk oleh-oleh, saya lebih menyarankan untuk membelinya di bandara saja. Selain harganya tidak terlampau beda, eggtart masih dalam kondisi baik ketika sampai di Jakarta.
One Comment
Pingback: